Monday 16 May 2016

Perjalanan dari Bandara Sultan Hasanuddin ke Rammang-Rammang

08 Mei 2016 sekitar pukul 09.00 WITA…Seorang wanita mengenakan celana jeans biru berpadu baju blus kotak – kotak hijau, berhijab merah orange, bersandal gunung jepit, memundak tas ransel dan menyelempangkan sebuah tas rajutan di sisi kiri tubuhnya, berjalan super santai menuju pintu keluar terminal kedatangan Bandara Sultan Hasanuddin. Ya, it’s me!!. Seorang diri datang ke Kota Daeng. Tak ada teman ataupun kenalan yang datang menjemput. Begitulah saya jika sudah sakau ingin solo traveling, kemanapun pasti dijabani. Layaknya orang yang baru pertama kali ke suatu tempat, sudah tentu ada perasaan  bingung dalam hati. Tetapi saya harus terlihat percaya diri karena itulah kunci penting traveling sendirian.

Rammang-Rammang! Begitulah namanya terkenal di kalangan traveler. Sejak lama saya penasaran dengan panorama Rammang-Rammang yang digadang-gadang memiliki kemiripan dengan Stone Forest, Shilin yang berada di Provinsi Yunnan, China. Tahun lalu, saya bertandang ke Stone Forest, Shilin dan akhirnya tahun ini saya berkesempatan melihat hutan batu Rammang-Rammang versi negara kita Indonesia. 

Serupa tapi tak sama
Secara administratif Rammang-Rammang berada di Kabupaten Maros. Atau berjarak 24 km ke arah utara dari Bandara Sultan Hasanuddin. Alasan mengapa saya menjadikan Rammang-Rammang menjadi tujuan pertama yang saya kunjungi begitu tiba di Bandara Sultan Hasanuddin karena jaraknya lebih dekat dibanding bila harus berangkat dari pusat kota Makassar (Lihat peta di bawah ini!).


Sebelum keluar pintu keluar terminal kedatangan, saya bertanya kepada seorang petugas informasi bandara “Bagaimana caranya saya bisa mencapai Rammang-Rammang dari bandara dengan transportasi umum?”. Sayangnya saya tak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Petugas malah menyarankan untuk menyewa mobil. “Ahhh..lupakan saran si mbak petugas informasi. Saya bukan seorang traveler kelas sosialita, saya hanya seorang pejalan yang doyan menjajal transportasi umum”. Sampai di sini, saya membuat kesimpulan sementara bahwa ternyata potensi wisata andalan Provinsi Sulawesi Selatan ini belum digarab dengan maksimal oleh pemerintah. Nyatanya saja, ketenaran nama Rammang-Rammang belum didukung oleh kemudahan transportasi umum. "Hahh, andai saja ada transportasi umum langsung semacam shuttle bus dari Bandara Sultan Hasanuddin ke Rammang-Rammang"

Diantara keramaian orang yang keluar dari pintu keluar terminal kedatangan, saya berjalan ke arah kanan, menyusuri lorong luas Bandara Sultan Hasanuddin menuju basement. Sampai di basement, beberapa bapak-bapak menghampiri saya. Belum juga saya bertanya kepada mereka, ehh malah saya yang ditanya lebih dulu…

“Taksi mbak?”
“Taksi mbak?”

Berkali-kali mereka menawarkan taksi kepada saya. Saya maklum, kejadian seperti ini sudah menjadi ciri khas terminal kedatangan bandara negara kita.

“Tidak Pak, saya sudah ada yang menjemput!” begitulah jawaban saya sembari menunjukkan senyum terbaik. Padahal dalam hati “Mana ada yang menjemput kamu Ran!”. Saya pun melipir ke luar gedung bandara. Mungkin sebaiknya saya bertanya kepada orang lain, begitulah yang ada di pikiran saya.


Desain bangunan Bandara Sultan Hasanuddin mengusung konsep bandara masa kini yaitu tata gedung terbuka dengan banyak menggunakan kaca daripada tembok. Dulu seorang teman pernah berujar bahwa desain Bandara Sultan Hasanuddin konon katanya mirip Bandara Incheon di Korea sana. Sejak itu saya bermimpi untuk menginjakkan kaki di sini. Dan sekarang keinginan saya itu menjadi kenyataan :)


Ketika lagi asyik-asyiknya memotret bangunan Bandara Sultan Hasanuddin, lagi-lagi saya dihampiri seseorang. Kali ini saya ditawarkan ojek oleh seorang bapak paruh baya. “Tidak Pak, terimakasih!” jawab saya. Bukannya pergi, si bapak terus menunggu saya.

“Kalau ke Rammang-Rammang berapa ya pak?” saya iseng bertanya kepada beliau
“Hahh,,dimana itu?” jawab si bapak dengan logat Makassar yang sangat kental

Ahhh,,saya pun teringat tulisan traveler blogger bahwa jangan bertanya tentang Rammang-Rammang kepada orang lokal. Nama Rammang-Rammang hanya tenar di kalangan pecinta jalan-jalan tetapi tidak di masyarakat lokal.

“Maksud saya ke pertigaan pabrik Semen Bosowa Pak”

Saya pun mengikuti saran blogger tersebut. Kebanyakan masyarakat lokal lebih mengetahui pabrik Semen Bosowa yang terletak masih satu kawasan dengan Rammang-Rammang.

“Dari sini jauh mbak. Bagaimana kalau saya antar ke luar bandara, nanti naik pete-pete saja ke sana?” 
Dalam hati  : ”Nahh sesuai nih dengan rencana saya, ke Rammang-Rammang dengan transportasi umum”. Pete-pete adalah sebutan angkutan kota (angkot) di Makassar & sekitarnya.

“Berapa kira-kira Pak?” tanya saya lagi
“Empat puluh ribu mbak!”

Mata saya terbelalak mendengar ongkos naik ojek tersebut...
“Dua puluh ribu ya Pak?” saya pun mencoba menawar
“Wah, jangan segitu mbak. Belum ongkos parkir! Tiga puluh ribu ya mbak?” kata si bapak

Sesaat saya berpikir-pikir. Apa logis ongkos ojek segitu!. Hahh,,ya sudahlah melihat penampilan si bapak. Saya pun luluh juga.
“Oke Pak” saya pun menyerah untuk menawar ongkos ojek yang lebih murah...

Si bapak menujukkan jalan menuju lokasi dimana sepeda motornya diparkir. Saya lalu diantar menuju lokasi dimana saya akan menaik pete-pete menuju Rammang-Rammang. Panas terik menyambut kedatangan saya di kota ini. Rupanya ada perbaikan jalan bandara hingga yang membuat kemacetan tak dapat dihindari. “Selamat berpanas-panas ria kak, semoga perjalananmu menyenangkan!” Hahaa kalimat ini berbisik di telinga.

Di perjalanan obrolan tetap berlajut, beliau penasaran dari mana asal dan untuk apa keperluan saya datang kemari sedangkan saya mencoba menggali informasi tentang Rammang-Rammang Pabrik Semen Bosowa dari beliau. Dari obrolan singkat kami, muncul sebuah pertanyaan dalam hati kecil saya. “Mengapa nama Rammang-Rammang yang begitu popular di luar sana, di sini tak begitu dikenali oleh masyarakat lokalnya sendiri”. Ahh yasudahlah pertanyaan ini terlalu retorika.

Saya akhirnya diturunkan di depan sebuah toko swalayan. Tak lama kemudian, sebuah angkot berwarna biru muda pun datang. Inilah yang dinamakan pete-pete. Di depannya bertuliskan tulisan Daya – Maros. Saya diarahkan oleh si bapak ojek untuk naik. “Nanti bayar saja enam ribu yaa” kata si bapak ojek di akhir perjumpaan kami. “Baik pak, terimakasih” jawab saya.

Kini saya pun sudah berada di pete-pete untuk pertama kalinya. Hanya ada saya & 2 orang penumpang (seorang ibu dan anaknya).

Beberapa menit perjalanan, saya pun meminta kepada bapak supir untuk nantinya menurunkan saya di pertigaan Pabrik Semen Bosowa. Kata Rammang-Rammang tak akan saya keluarkan karena mungkin saya si bapak supir tidak tahu.

“Ini hanya sampai Terminal Pasar Maros, mbak harus menyambung lagi“ kata si bapak supir
Walah, sebelum naik pete-pete seharusnya saya memastikan dulu apakah pete-pete ini akan mengantarkan saya hingga ke tujuan atau tidak. Terpaksa lah saya harus menyambung pete-pete lagi nantinya. Hahh,,dinikmati saja kak!.

Dua puluh menit perjalanan. Sampailah saya di terminal kecil persis di pinggir Jalan Poros Makassar-Maros. Saya pun diarahkan oleh si bapak supir untuk menuju pete-pete yang bertujuan ke Bosowa. 

Pete-pete, angkot ala kota Makassar & sekitarnya
Dan ternyata saya adalah penumpang pertama. Seorang bapak yang mungkin adalah seorang agen berkata bahwa pete-pete ke Bosowa sebelumnya baru saja berangkat. Nah…berarti saya harus menunggu pete-pete terisi penuh penumpang sampai batas waktu yang tak ditentukan. 

Berapa lama saya menunggu hingga penumpang pete-pete terisi penuh?. Satu setengah jam lebih kak!. Kesimpulannya ke Rammang-Rammang dengan transportasi umum sebenarnya mudah hanya saja waktu yang dibutuhkan untuk ke sana tak bisa diprediksi.

Pete-pete pun akhirnya meluncur menuju Bosowa. Sengaja saya menempati kursi di samping bapak supir pete-pete agar bisa memandang dengan bebas di sepanjang perjalanan. Sembari menguping samar-samar percakapan berbahasa daerah penumpang lainnya, saya pun melempar pandang ke luar jendela kaca dan merasakan kesejukan hembusan angin sepoi-sepoi disaat udara Maros begitu menyengatnya pada siang hari.

Tak terhitung sudah berapa warung makan khas daerah Pangkep dan Maros dilewati. "Lhaa kok malah menghitung jumlah rumah makan kak? :)". Pete-pete kini melaju di sepanjang jalan beton dimana kiri kanannya didominasi lahan persawahan padi yang kelihatannya baru ditanam. Jarak antar rumah penduduk tidak serapat di jalan sebelumnya. Membentang searah arus kendaraan hingga di sisi kanan jalan, rasanya pete-pete ini semakin mendekati kaki perbukitan hijau. Dari sini semakin terlihat jelas di sana ada satu sisi lereng perbukitan terkupas. Saya pun menebak itu adalah area pertambangan batu kapur Semen Bosowa. Belakangan saya pun mengetahui perbukitan tersebut dinamakan Perbukitan Maros Pangkajene, berdiri kokoh menaungi 2 kabupaten yaitu Maros & Pangkajene dan Kepulauan (disingkat Pangkep).

Persawahan dan perbukitan kapur di Maros
Jalan Poros Makassar - Maros menuju pertigaan Jalan Poros Maros - Pangkep - Bosowa
Setelah 1 km melewati jembatan kerangka baja berwarna putih di atas Sungai Puthe, di sisi kanan jalan kita akan melihat sebuah plang besi bertuliskan Pabrik Semen Bosowa di sebuah persimpangan jalan yang lebih kecil. Ya, inilah pertigaan jalan Maros-Pangkep-Bosowa, jalan yang kecil merupakan pintu masuk menuju Bosowa. Pete-pete yang saya tumpangin kini memasuki jalan kecil tersebut. Baru 600 meter berjalan, secara tak sengaja saya melihat papan nama “Selamat Datang di Wisata Karst Rammang-Rammang”. Spontan saya meminta untuk berhenti, kemudian bertanya kepada si bapak supir berapa ongkos yang harus saya bayar. Dari terminal Pasar Maros ke sini tarifnya 7.000,- IDR.

Belakangan saya baru ngeh, sebenarnya untuk mencapai Rammang-Rammang dengan pete-pete tidak hanya dengan pete-pete jurusan Bosowa, bisa juga dengan pete-pete jurusan Pangkep. Tentunya kita akan diturunkan di pertigaan arah jalan masuk menuju Bosowa. Dari pertigaan tersebut harus berjalan kaki lagi sekitar 600 meter menuju gerbang masuk Desa Salenrang.

Peta lokasi pertigaan jalan Maros-Pangkep-Bosowa


“Selamat datang di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros” begitulah tulisan gapura di persimpangan jalan di tempat saya berdiri.

"Selamat Datang di Wisata Rammang-Rammang, Gugusan Karst Kelas Dunia"


No comments:

Post a Comment