|
Kemeriahan di Pantai Losari |
Ahad, 8 Mei 2016…Ketika dalam
penerbangan dari Jakarta menuju Makassar, saya membaca informasi berjudul
“Kalender Event Pariwisata 2016 Sulawesi Selatan” di sebuah halaman majalah LionMag. Kebetulan sekali, saya pun langsung memeriksa apakah ada event
tepat pada waktu kedatangan saya di Makassar. Beruntungnya saya, menurut
informasi hari ini adalah hari terakhir terakhir
event bertajuk Pasar Seni Makassar. Pikiran saya menerawang, membayangkan keramaian di Pantai Losari.
Pelataran pantai ini memang
sering menjadi lokasi perhelatan akbar Kota Makassar. Saya semakin bersemangat
untuk segera menginjakkan kaki di Pantai
Losari, ikon paling terkenal dari kota Makassar.
Delapan jam kemudian…Ketika untuk
pertama kalinya saya memasuki kamar Pod House, saya sempat mengintip keramaian dan kemeriahan
suasana Pantai Losari dari lantai 2
kamar saya. "Tunggu sebentar
lagi yaa!". Terlebih dulu saya membersihkan
peluh keringat perjalanan dari Rammang-Rammang dan menunaikan
shalat jamak ta’khir dzuhur ashar. Beruntungnya kamar yang seharusnya
ditempati 16 orang, hanya ada saya seorang di dalamnya. Jadi lah saya berasa seperti kamar sendiri.
Empat puluh menit menjelang pukul 18.00 WITA barulah saya
melangkahkan kaki keluar gedung Pod House. Hanya berjalan beberapa belas
langkah, menyebrang Jalan Penghibur, menyusup di antara warung tenda pedagang kuliner pisang epe dan melangkah di pelataran
beton.
Tak seperti pantai pada umumnya, pantai yang terletak di sebelah barat kota
Makassar ini sama sekali tak
memiliki pasir, bibir pantai dibangun tanggul pembatas beton permanen.
Saya pun akhirnya memilih duduk di salah satu sudut beton kata paling utara di pelataran ini “Toraja”. Memotret panorama ke
arah laut dan bersantai melihat sekelilingnya.
Menawannya panorama matahari terbenam di ufuk barat Pantai Losari. Siapa
pun tahu betapa tenarnya nama pantai yang satu ini. Baik masyarakat lokal maupun pengunjung dari luar daerah
menjadikan
Pantai Losari
sebagai tempat wisata yang harus dikunjungi ketika berada di Makassar. Tempat wisata paling merakyat bagi semua kalangan m
asyarakat,
baik itu muda dan tua. Tak perlu membayar tiket masuk ke ruang publik terbuka ini. Pantai Losari menjadi tempat berkumpul atau
sekedar menghabiskan waktu senggang. Ada yang datang
keluarga, teman, orang terkasih atau seorang diri seperti saya ikut tumpah ruah
memadati pelataran beton sepanjang 1 km tepian
Pantai Losari. Menantikan detik-detik matahari menghilang di bawah
garis cakrawala Selat Makassar.
|
Berkumpul di tepian Pantai Losari |
|
Detik-detik matahari menghilang di bawah garis cakrawala Selat Makassar |
|
Beton kata "Toraja" saksi bisu kenarsisan di Pantai Losari |
Beton kata “CITY OF MAKASSAR”
dan “TORAJA” dan beton kata lainnya menjadi saksi bisu orang-orang
yang mengabadikan keeksisan dirinya di Pantai Losari. Ahh,,bukan masyarakat dalam negeri saja yang
jatuh cinta pada keindahan Pantai Losari di kala senja. Di salah satu sudutnya, saya melihat orang tua berperawakan Eropa sedang asyik
memotret. Dan ternyata ada pula orang asing lainnya.
Pikiran saya terlempar ke memori masa
lalu, ceritanya saya selalu mengikuti sebuah acara musik dangdut mingguan sebuah
tv swasta. Eitss,, jangan tanya mengapa saya yang selama ini mengakunya adalah
fans Kpop ternyata penggemar dangdut juga, ceritanya panjang!. Kebetulan suatu
ketika acara tersebut disiarakan live (langsung) dari Pantai Losari. Timbul
perasaan takjub dengan keindahan background
(latar) panorama acara tersebut, semburat jingga matahari terbenam tepat di
belakang panggung. Semakin dramatis dengan lagu yang didendangkan penyayi yaitu
lagunya umi Elvy Sukaesih – Sumpah Benang Emas, bercerita tentang cinta yang
cukup tragis dengan mengambil latar di Pantai Losari yang indah.
“Daeng Lala tak
mungkin ku lupakan
Sumpah kita di Pantai Losari....”
Gara-gara lagu umi Elvy Sukaesih lah membuat saya penasaran dengan Pantai Losari yang terkenal itu. Sebuah impian
terbesit di pikiran. "Kapan ya saya bisa ke sana?". Delapan tahun kemudian saya benar-benar mewujudkan impian
tiba-tiba itu. Pantai Losari di sinilah saya berada sekarang.
Saya terhenyak dari lamunan.
Lupakan Daeng Lala!! Suara adzan maghrib menggema ke penjuru Pantai
Losari. Saya pun bangkit mendekati
sumber panggilan shalat. Terus berjalan ke selatan melewati panggung acara
tepat di depan beton nama “PANTAI LOSARI”. Sekilas saya membaca tulisan di
panggungnya, rupanya akan ada acara peringatan Isra Miraj 2016/1437H malam ini. Saya lanjut
berjalan lagi, melewati stand-stand pameran bertuliskan keterangan Makassar
Expo 2016. Hahh,,mungkin ini event yang
dimaksud di halaman majalah LionMag yang tadi pagi saya baca. Dan sampailah
saya di sebuah masjid yang berdiri di atas laut Teluk Makassar, tak jauh dari
bibir Pantai Losari. Dikenal sebagai masjid terapung, Masjid Amirul
Mukminin.
Maghrib di masjid terapung pertama Indonesia, Masjid Amirul Mukminin.
Sebelum memasuki ruangan masjid, kita wajib menitipkan sepatu/sandal di penjaga
sendal pintu masuk. Tempat wudhu perempuan berada di sisi kanan mesjid.
Kemudian saya naik menuju lantai 2 dimana ruang shalat untuk jamaah perempuan
berada. Alhamdulillah, nikmat rasanya bisa shalat maghrib berjamaah di sini.
|
Di atas sajadah Mesjid Amirul Mukminin |
Tentang Masjid Amirul Mukminin. Mesjid ini baru saja 2 tahun dibuka
untuk umum. Bearsitektur modern dibangun dengan pondasi cukup tinggi, ketika
air laut pasang terlihat seperti terapung di laut. Bangunannya dominan warna
putih dan abu-abu, dilengkapi menara tinggi menjulang sekitar 16 meter di kedua
sisinya, kubah masjid berwarna biru yang unik semakin menambah keanggunan
masjid ini. Bangunannya kecil memang hanya menampung sekitar 500
jamaah. Tetapi menurut saya keberadaan masjid indah di tempat
wisata merakyat kota Makassar ini, menyiratkan simbol kereligiusan islam Makassar.
“Berwisata di Pantai Losari boleh saja tetapi jangan sampai meninggalkan
kewajiban shalat”. MashaAllah!.
|
Masjid Amirul Mukminin, mesjid terapung Makassar |
Selepas maghrib suasana di
kawasan Anjungan Pantai Losari semakin bertambah ramai. Saya kembali berjalan
menengok stand-stand pameran yang tak jauh dari masjid terapung. Ketika
menembus keramaian di tengah-tengah pameran tadi, saya tak sadar bahwa beliau yang
dikelilingi kamera wartawan dan pengaman khusus adalah walikota kota Makassar, bapak Ir. H. Moh. Ramdhan Pomanto. Rupanya ini adalah acara perhelatan satu tahun kepemimpinan beliau. Tak
jauh dari pameran, di sepanjang beton nama “CITY OF MAKASSAR” berdiri panggung
pertunjukan musik. Penontonnya meledak memenuhi kursi-kursi yang ada bahkan
hingga berdiri. Dimulailah musik dangdut menghentak langit Losari.
Para biduan berdendang goyang senggol mengajak para penonton untuk ikut
bergoyang. Sangat meriah!!. Hanya berjarak 200 meter ke utara, suasanya tak kalah ramai.
Tepatnya di depan beton nama “PANTAI LOSARI” panggung acara peringatan Isra Miraj
2016/1437H memulai acara. Tak
terhitung berapa banyak muslim dan muslimah berpakaian serba putih memadati
pelataran Anjungan Pantai Losari ini. Lantunan ayat suci Al-Qur’an berkumandang
ke angkasa Losari. Terbayang kan bagaimana suasana di Pantai Losari jadinya?. Baru
kali ini saya melihat acara bertajuk Makassar Bershalawat & Pesta Rakyat (musik dangdut) dalam satu kawasan Anjungan Pantai Losari.
|
Kemeriahan ini dilihat dari pelataran Masjid Amirul Mukminin |
|
Santapan malam : pallu basa, nasi putih & segelas es teh manis :) |
|
Memadati Makassar Expo 2016 |
|
Panggung musik dangdut ala Pantai Losari |
|
Makassar Bershalawat |
Kemeriahan malam di Pantai Losari saya tutup dengan menikmati sepiring pisang epe cokelat
keju super manis dan segelas minuman sarabba susu dingin di salah satu warung
tenda persis di seberang gedung Pod House. Kata teman-teman saya, tak afdol ke Makassar bila belum mencicipi kuliner ini di Pantai Losari.
|
Sarabba susu dingin & pisang epe cokelat keju |
No comments:
Post a Comment