Thursday 26 May 2016

Potret Lemo (Pekuburan Adat di Tebing Batu), Tana Toraja

Potret Lemo (Pekuburan Adat di Tebing Batu), Tana Toraja 
Perjalanan wisata tidak selalu ke tempat-tempat yang indah. Seperti di Toraja yang tak hanya menyajikan keindahan panorama alam tetapi juga kekayaan budaya dan adat istiadat masyarakatnya. Rumah adat Tongkonan dan pekuburan adat Toraja selalu menjadi magnet yang menarik para wisatawan untuk berkunjung. Salah satu lokasi pekuburan adat yang terkenal di Tana Toraja yaitu Lemo. Nah, Lemo adalah tujuan perjalanan selanjutnya setelah mengunjungi Buntu Burake.

Berlokasi di Desa Lemo, Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja. Atau berjarak 11 km di utara Kota Makale (15 km di selatan Kota Rantepao). Akses jalan hingga ke Desa Lemo terbilang bagus.  

Wednesday 25 May 2016

Panorama Kota Makale dari Puncak Bukit Burake, Rio de Janeiro van Tana Toraja

Jika kita googling gambar Rio de Janeiro, hasilnya akan muncul dominasi panorama landmark (ikon) dari kota metropolitan negara Brazil ini yaitu patung Christ the Redeemer berdiri megah di puncak Corcovado Mountain menghadap Rio de Janeiro. Kota yang dipenuhi oleh gedung-gedung pencakar langit berlatar keindahan Guanabara Bay & Sugarloaf Mountain, menjorok ke Samudera Atlantik. Di sini, saya bukan mau bercerita tentang potret keindahan landmark Rio de Janeiro tersebut. Boro-boro mau cerita, bisa traveling ke Brazil saja sepertinya masih dalam angan-angan, lol. Di sini, masih bercerita tentang perjalanan saya di Provinsi Sulawesi Selatan. Hari pertama di Tana Toraja, destinasi pertama yang dikunjungi adalah Bukit Burake. Masyarakat lokal Toraja menyebut Bukit Burake dengan nama Buntu Burake. Menggapai puncak Bukit Burake kemudian melongok panorama Kota Makale di bawahnya. Bangunan ikonik yang berada di puncak Bukit Burake yakni patung Christ the Redeemer raksasa sekilas mirip dengan landmark yang ada di Kota Rio de Janeiro. 

Makassar : Drama Ojek Mencari Metro Permai

Makassar, 09 Mei 2016…. Setelah setengah hari ini bersenang-senang di Pulau Lae-Lae dan Samalona, saya akan melanjutkan perjalanan menuju Toraja. Pesan bbm Agung kepada saya “Ran, nanti malam ketemuan di perwakilan bus Metro Permai jam 8 ya! Kalau naik taksi atau ojek bilang saja perwakilan bus Metro Permai jurusan Toraja di Jalan Perintis!”. Oke...Sekarang tinggal memutuskan bagaimana caranya menuju perwakilan bus Metro Permai dari tempat saya menginap. Mengingat Makassar sebagai kota besar yang ternyata juga kota macet, saya butuh transportasi umum yang cepat sampai lokasi, nyaman dan tentunya terjangkau. Pilihan jatuh pada gojek!. Semenjak tenarnya layanan antar jemput ojek online ini, saya memang penasaran menggunakannya untuk pertama kali.

Tuesday 24 May 2016

Sore di Selat Makassar #09Mei2016

Makassar dikenal sebagai kota pelabuhan penting di kawasan Indonesia Timur. Tak heran bila suasana perairan Selat Makassar begitu ramai terutama oleh lalu lintas kapal-kapal ukuran besar yang akan bersandar ataupun berlayar menuju/dari Pelabuhan Soekarno-Hatta. Dan beginilah potret Sore di Selat Makassar yang saya abadikan dari atas perahu motor ketika dalam perjalanan pulang dari Pulau Samalona kembali ke Kota Makassar.

Kapal Temas Line

Sunday 22 May 2016

Secuil Panorama Pulau Samalona, Makassar

Masih tentang pulau-pulau kecil yang secara administratif masuk dalam wilayah Kota Makassar...Sekitar 3.5 mil (5.6 km) ke arah barat laut dari Pulau Lae-Lae, semakin jauh meninggalkan daratan Makassar, terdapat sebuah pulau kecil nan cantik. Namanya Pulau Samalona. Perairan pantainya tenang, berwarna biru muda dan sangat jernih. Saking jernihnya, indahnya terumbu karang dan ikan-ikan di dalam perairan terlihat jelas dari permukaan laut. Pantai dan suasananya lebih tenang dan sepi dibandingkan Pulau Lae-Lae.

Pulau Samalona, Makassar
09 Mei 2016

Saturday 21 May 2016

Secuil Panorama Pulau Lae-Lae, Makassar

Awalnya saya mengira Makassar hanya memiliki Pantai Losari saja sebagai pantai dengan panorama tercantik yang tak boleh dilewatkan untuk dikunjungi. Saya salah!. Ternyata tak jauh dari Kota Daeng tersebar gugusan pulau-pulau kecil yang memiliki keindahan panorama tak kalah mempesona.

Pulau Lae-Lae, Makassar
Saya pun berkesempatan menyambangi 2 pulau di antara banyaknya pulau kecil nan indah tersebut yaitu Pulau Lae-Lae dan Pulau Samalona. Perkenalannya pun secara tak sengaja. Ketika dalam perjalanan berjalan kaki dari Losari ke Fort Rotterdam, saya dihampiri oleh seorang bapak dan beliau menawarkan sewa perahu motor keliling pulau. “Mau kemana mbak Pulau Lae-Lae atau Samalona?” begitu penawaran si bapak. Karena tak masuk ke dalam list destinasi yang ingin saya kunjungi, saya pun menolak tawaran bapak tersebut. Tapi….kemudian saya penasaran dengan pulau tersebut. Di sela-sela menjelajah Fort Rotterdam, saya pun iseng melihat di google map dan mencari informasi tentang pulau ini. Sahhh!! Ingin rasanya berkunjung ke sana. Oke! Saya pun memutuskan setelah menjelajah Fort Rotterdam, saya akan langsung bertandang ke pulau terdekat, Pulau Lae-Lae dahulu, baru kemudian Pulau Samalona.

Thursday 19 May 2016

Sejarah di Museum La Galigo, Fort Rotterdam

Fort Rotterdam, Makassar, Indonesia
09 Mei 2016
Puas menikmati kesyahduan Pantai Losari, saya pun beranjak dari tempat duduk. Melangkahkan kaki menyusuri Jalan Penghibur ke arah utara. Melewati teras barisan ruko, hotel, dan kadang bersaing dengan kendaraan bermotor yang searah memperebutkan tepian Jalan Penghibur yang tanpa trotoar pejalan kaki. “Jangan hiraukan persimpangan jalan, teruslah berjalan lurus, hingga menemukan beton kata berwana merah “fort rotterdam” di sisi kanan jalan!”. Inilah tujuan saya : Fort Rotterdam!. Salah satu objek wisata  sejarah di Kota Makassar. Terletak di Jalan Ujung Pandang, hanya berjarak sekitar kurang lebih 1 km dari Pantai Losari.

Wednesday 18 May 2016

Kesyahduan Pagi di Pantai Losari, Makassar

Kesyahduan di Pantai Losari
Senin, 9 Mei 2016…Suasana pagi di Pantai Losari begitu berbeda dengan suasana tadi malam. Kemarin begitu meriah sedangkan pagi ini begitu lengang. Hanya ada beberapa orang berolahraga santai atau sekedar jalan-jalan menikmati segarnya udara pagi. Hembusan angin sepoi-sepoi dari arah Selat Makassar berpadu dengan suara debur ombak yang menerpa lembut tanggul pantai bagaikan irama syahdu yang membawa suasana hati terasa kian teduh. Saya suka Pantai Losari yang syahdu. Karena itu saya kembali berjalan menyusuri pelataran beton dari utara menuju ke selatan. Kesyahduan pagi hari membuat saya lebih fokus mengenal sudut-sudut di Pantai Losari yang mungkin terlewatkan oleh saya kemarin.

Tuesday 17 May 2016

Kemeriahan Malam di Pantai Losari, Makassar

Kemeriahan di Pantai Losari
Ahad, 8 Mei 2016Ketika dalam penerbangan dari Jakarta menuju Makassar, saya membaca informasi berjudul “Kalender Event Pariwisata 2016 Sulawesi Selatan” di sebuah halaman majalah LionMag. Kebetulan sekali, saya pun langsung memeriksa apakah ada event tepat pada waktu kedatangan saya di Makassar. Beruntungnya saya, menurut informasi hari ini adalah hari terakhir terakhir event bertajuk Pasar Seni Makassar. Pikiran saya menerawang, membayangkan keramaian di Pantai Losari. Pelataran pantai ini memang sering menjadi lokasi perhelatan akbar Kota Makassar. Saya semakin bersemangat untuk segera menginjakkan kaki di Pantai Losari, ikon paling terkenal dari kota Makassar.

Delapan jam kemudian…Ketika untuk pertama kalinya saya memasuki kamar Pod House, saya sempat mengintip keramaian dan kemeriahan suasana Pantai Losari dari lantai 2 kamar saya. "Tunggu sebentar lagi yaa!". Terlebih dulu saya membersihkan peluh keringat perjalanan dari Rammang-Rammang dan menunaikan shalat jamak ta’khir dzuhur ashar. Beruntungnya kamar yang seharusnya ditempati 16 orang, hanya ada saya seorang di dalamnya. Jadi lah saya berasa seperti kamar sendiri.

Empat puluh menit menjelang pukul 18.00 WITA barulah saya melangkahkan kaki keluar gedung Pod House. Hanya berjalan beberapa belas langkah, menyebrang Jalan Penghibur, menyusup di antara warung tenda pedagang kuliner pisang epe dan melangkah di pelataran beton. Tak seperti pantai pada umumnya, pantai yang terletak di sebelah barat kota Makassar ini sama sekali tak memiliki pasir, bibir pantai dibangun tanggul pembatas beton permanen. Saya pun akhirnya memilih duduk di salah satu sudut beton kata paling utara di pelataran ini Toraja. Memotret panorama ke arah laut dan bersantai melihat sekelilingnya.

Menginap di Pod House, Makassar

Pemandangan laut dari rooftop Pod House
Sedang mencari pilihan penginapan murah ala backpacker di Makassar yang memiliki review oke punya dan lokasinya dekat dengan Pantai Losari, Pod House menurut saya layak untuk dipertimbangkan. Apa itu Pod House?. Penginapan ini sama seperti hostel yang mengusung konsep dorm dimana 1 ruangan kamar berisi sejumlah bed (tempat tidur). Keunikan pod terletak pada tempat tidurnya nya yang berbentuk kapsul (inilah mengapa dinamakan pod). Setahu saya konsep penginapan pod masih langka di Indonesia. Dan Pod House Makassar ini mungkin menjadi yang pertama di Indonesia bagian timur.

Monday 16 May 2016

Penasaran dengan Rammang-Rammang

Setahun yang lalu,,,sebelum traveling ke Provinsi Yunnan China, saya sempat ragu untuk memasukkan Stone Forest ke dalam list destinasi yang harus dikunjungi. Dikarenakan sangat mahalnya tiket masuk ke situs ini dan sempat berpikir buat apa saya jauh-jauh ke China hanya untuk melihat pilar-pilar batu karst raksasa toh di negeri sendiri kita punya yaitu Rammang-Rammang di Maros, Sulawesi Selatan. Tetapi begitu melihat langsung panorama stone forest versi negara subtropis China, jujur saya sendiri malah ingin berkunjung ke sana lagi bila ada kesempatan. Segala fasilitas, sarana, dan transportasi yang ada di Stone Forest, Shilin sangat membuat nyaman para wisatawan yang datang berkunjung. Di sana terlihat betapa keseriusan pemerintah China dalam mengelola potensi wisata alamnya sehingga statusnya layak disematkan sebagai Situs Warisan Dunia (World Heritage Sites) UNESCO. "Tapi tunggu dulu, sebelum kembali lagi ke Shilin, tak afdol bila saya sendiri malah belum pernah berkujung ke stone forest versi negara kita."

Dan untuk menjawab rasa penasaran saya dengan Rammang-Rammang, saya pun menjadikannya menjadi destinasi impian yang pertama saya kunjungi begitu tiba di Sulawesi Selatan.


Rammang-Rammang…Namanya berasal dari Bahasa Makassar, di mana kata rammang berarti awan atau kabut. Jadi artinya sekumpulan awan atau kabut. Menurut cerita penduduk setempat, tempat ini diberi nama Rammang-Rammang karena awan atau kabut yang selalu turun, terutama di pagi hari atau ketika hujan.

Perjalanan dari Bandara Sultan Hasanuddin ke Rammang-Rammang

08 Mei 2016 sekitar pukul 09.00 WITA…Seorang wanita mengenakan celana jeans biru berpadu baju blus kotak – kotak hijau, berhijab merah orange, bersandal gunung jepit, memundak tas ransel dan menyelempangkan sebuah tas rajutan di sisi kiri tubuhnya, berjalan super santai menuju pintu keluar terminal kedatangan Bandara Sultan Hasanuddin. Ya, it’s me!!. Seorang diri datang ke Kota Daeng. Tak ada teman ataupun kenalan yang datang menjemput. Begitulah saya jika sudah sakau ingin solo traveling, kemanapun pasti dijabani. Layaknya orang yang baru pertama kali ke suatu tempat, sudah tentu ada perasaan  bingung dalam hati. Tetapi saya harus terlihat percaya diri karena itulah kunci penting traveling sendirian.

Rammang-Rammang! Begitulah namanya terkenal di kalangan traveler. Sejak lama saya penasaran dengan panorama Rammang-Rammang yang digadang-gadang memiliki kemiripan dengan Stone Forest, Shilin yang berada di Provinsi Yunnan, China. Tahun lalu, saya bertandang ke Stone Forest, Shilin dan akhirnya tahun ini saya berkesempatan melihat hutan batu Rammang-Rammang versi negara kita Indonesia. 

Serupa tapi tak sama
Secara administratif Rammang-Rammang berada di Kabupaten Maros. Atau berjarak 24 km ke arah utara dari Bandara Sultan Hasanuddin. Alasan mengapa saya menjadikan Rammang-Rammang menjadi tujuan pertama yang saya kunjungi begitu tiba di Bandara Sultan Hasanuddin karena jaraknya lebih dekat dibanding bila harus berangkat dari pusat kota Makassar (Lihat peta di bawah ini!).

Sunday 15 May 2016

4 Hari Bertandang ke Sulawesi Selatan


Assalamualaikum…Apa kareba kak?

Di postingan ini saya mau bercerita tentang cerita perjalanan ke Sulawesi Selatan seminggu yang lalu. “Ciee ada yang baru dari Sulawesi toh?”. Iya kak, setelah sekian lama punya keinginan menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Pulau Sulawesi, akhirnya kesampaian juga. Semakin mupeng apalagi ketika melihat foto-foto liburan teman kerja se-engineering site Krassi yang juga baru saja dari Toraja, sebut saja namanya bapak Mumun ( ini mah nama asli). Membuat saya teracuni untuk segera mengangkat ransel ke Sulawesi Selatan, terutama ke Toraja. “Panorama alam Toraja tak kalah indahnya dibanding pegunungan di negara Myanmar sana”  Hahabegitulah captionnya pak Mumun di medsos

Sunday 8 May 2016

From The Plane Window, Jakarta - Makassar #JT792

08 Mei 2016 sekitar pukul 08.00 WITA. Dari balik jendela Lion Air JT792, menjadi one of my special moment travel karena disinilah pertemuan pertama saya dengan daratan Pulau Sulawesi.

Langit Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia