Perjalanan Melintasi Batas Negara Malaysia – Thailand
Penang, 11 Februari 2017….Momen sore ini menjadi pengalaman pertama kalinya bagi kita melintasi batas negara Malaysia – Thailand melalui jalur darat. Lama perjalanan darat dari Penang ke Hatyai itu sekitar 4 – 5 jam, tergantung lamanya proses imigrasi di border kedua negara.
Bukit Kayu Hitam, Malaysia's border with Thailand |
Sebelumnya sudah saya ceritakan alasan dibalik mengapa kita memilih naik minibus dari Penang ke Hatyai. Yapp, kelebihan dari naik minibus dibanding moda transportasi lainnya yakni penumpang
dijemput dan diantar hingga tujuan (penginapan kita di Hatyai). Memesan tiketnya
pun tak ribet, tinggal mendatangi kantor agen travel resmi di George Town, salah satunya A.G. Express Services. Kita memilih travel ini karena lokasinya yang mudah ditemukan, berada di lantai dasar kompleks
Prangin Mall, dekat dengan penginapan kita & dekat juga dengan Terminal
Komtar.
Tak menunggu lama, si
abang travel mempersilahkan
penumpang masuk ke dalam. Untuk memastikan tiket kita diperiksa
lagi olehnya. Tak ada penomoran kursi jadi penumpang bebas memilih posisi kursi,
ya siapa cepat dia dapat. Kita dapat kursi
barisan nomor 2 atau tepat di belakang supir, saya dekat jendela dan Septi
sebelah saya. FYI, melihat tulisan flat
jelas sekali bahwa minibus ber-AC yang kami tumpangin ini adalah minibus
Thailand. Kapasitas 13 penumpang terdiri dari 4 baris
(setiap baris diduduki 3 penumpang) plus 1 kursi penumpang di samping supir. Ruang
selonjoran kaki bisa dibilang lapang bahkan bisa menjadi tempat menaruh tas
ransel tanpa mengurangi kenyaman, ini menurut saya.
Sesuai jadwal yang tertera pada tiket, pukul 15.30, kursi penumpang sudah terisi penuh, kita pun langsung berangkat. Eh si abang travel bilang ''Don’t worry, your driver can speak a little English'' katanya sesaat sebelum pintu geser minibus ditutup. Hmmm, baiklah. Dari perawakannya memang kentara bahwa khun aka si abang supir minibus ini orang Thailand tulen. Semoga nantinya di Hatyai dia tak kesulitan menemukan alamat yang kita tuju. Dan untuk jaga – jaga saya sudah menyiapakan alamat penginapan kita dalam aksara Thailand.
Begitu
memasuki Thailand kita disambut oleh barisan hotel, restoran, bar dan kasino berdiri
megah di sepanjang jalan. Memandang tulisan plang nama sepanjang jalan yang tak
lagi huruf latin. Hanya bertulisan aksara Thai yang sama sekali tak bisa saya baca.
Minibus
berhenti, hampir semua penumpang turun. termasuk kakak – kakak yang sekampung
dengan saya. Ohh ini toh Danok. Hahhh,,suasananya mengingatkan saya pada Bavet Border, perbatasan Kamboja –
Vietnam. Kini minibus melaju di jalan nasional nya Thailand. Kiri kanan
panoramanya rumah – rumah penduduk. Bangunannya tak begitu beda dengan di tanah
air kita. Begitu juga dengan jalanan aspal yang dilalui, kondisinya
mengingatkan saya pada Jalinsum. Bendera – bendera Thailand yang berkibar pada
tiang setiap rumah penduduk, menjadi penanda bahwa inilah Thailand….Sekitar 1
jam lagi, kami akan sampai di Hatyai.
Sesuai jadwal yang tertera pada tiket, pukul 15.30, kursi penumpang sudah terisi penuh, kita pun langsung berangkat. Eh si abang travel bilang ''Don’t worry, your driver can speak a little English'' katanya sesaat sebelum pintu geser minibus ditutup. Hmmm, baiklah. Dari perawakannya memang kentara bahwa khun aka si abang supir minibus ini orang Thailand tulen. Semoga nantinya di Hatyai dia tak kesulitan menemukan alamat yang kita tuju. Dan untuk jaga – jaga saya sudah menyiapakan alamat penginapan kita dalam aksara Thailand.
Minibus berangkat….Melaju di atas jalanan flyover Penang. Dalam lamunan, telinga saya menangkap percakapan
penumpang. Logatnya sangat tak asing bagi saya. Saya menoleh ke belakang,
penasaran, tebakan saya mereka adalah kakak – kakak yang umurnya sedikit di
atas saya ≠sikakaksokmudah muda. Huahhh,, dalam perjalanan darat ke Thailand
pun masih bertemu orang Indonesia jelasnya lagi orang Sumatera Utara. Mau
kemana kakak-kakak kece tersebut? Nantilah berkenalannya, si adek Septi mah
udah siap-siap mau molor. Perjalanan hari ini cukup melelahkan apalagi tadi
habis jalan kaki berpanas ria di jalanan kota George Town.
Mendekati Jembatan Penang (Penang
Bridge), si abang supir tadinya melaju harus mengurangi kecepatannya. Penang
macet. Barulah lancar lagi saat minibus sudah berada di atas Jembatan Penang.
Dari balik jendela kaca minibus saya memandang ke luar. Panorama laut sedikit
terhalang pembatas jembatan tol ini. Jujur saya sangat bersemangat, inilah pengalaman
pertama melintasi jembatan tol laut yang katanya terpanjang di Asia Tenggara.
Oh iya saya baru ingat bahwa di selatan jembatan ini ada lagi Penang Second Bridge. Namanya Sultan
Abdul Halim Muadzam Shah Bridge, baru
diresmikan tahun 2014 yang lalu. Panjangnya
sekitar 24 km! Sadisss ya kak? Salut sama Malaysia, sejak tahun 1985 negara ini
sudah punya jembatan tol laut nan megah ditambah lagi Penang Second Bridge.
Penang Bridge, melihat Selat Malaka & Pulau Jerejak dari balik jendela minibus |
Mengintip ke speedometer,
minibus melaju 80 km/jam. Daratan Penang semakin tertinggal di belakang. Sampai
jumpa lagi Pulau Pinang!
13,5 km melaju di Jembatan Penang, minibus pun
menggapai daratan Semenanjung Malaysia, Seberang Perai.
Kini minibus benar- benar melaju di jalanan tol yang tentu saja saya
tak tahu apa nama daerah sebenarnya yang dilewati sepanjang jalan. Septi di sebelah tertidur
dan saya pun memandang ke luar jendela minibus, terkadang mengkhayal!
Bagaimana sesungguhnya
potret jalan nasional Malaysia selepas Pulau Pinang hingga ke perbatasan dengan
Thailand? Inilah pertanyaan yang ingin saya temukan
jawabannya. Sepanjang jalan yang terlewati adalah jalan tol. Gerbang masuknya tol semuanya system autogate dimana pembayaran tarifnya wajib
menggunakan payment card ya kalau tanah air seperti e-money. Bagaimana lebar jalan tol ala Malaysia? Saking
lebarnya, saya pun membandingkannya dengan jalan overburden di tempat kerja saya, perkiraan saya mungkin selebar 30 meter per jalur. Jalannnya dibuat 2 jalur pula dan dibuat searah ada pembatas pemisah dengan
arus jalan yang berlawanan. Sejauh
minibus melaju, jalanan berasa
landai & mulus jarang sekali ada tikungan. Kondisi jalan nasional Malaysia
memang luar biasa, buat saya iri!! Dan sadis si abang supir membalap dengan kecepatan minibus mencapai 120 km/jam.
…………………
Entah berapa lama saya tak
sadarkan diri tertidur. Saya baru terbangun ketika minibus melewati
persimpangan tol, di sisi kiri jalan ada rambu penanda arah bertuliskan Alor Setar, katanya 7,5 km lagi. FYI,
Alor Setar adalah ibukota Negeri
Kedah. Oooo,, kini saya berada di Kedah, apa nama detail daerahnya, entahlah!
Belakangan saya baru tahu, Kedah dikenal dengan julukan
"Lumbung Beras Malaysia". Pantas saja, semampu mata memandang, di luar
sana saya hanya terlihat bentang persawahan yang menguning berlatar perbukitan.
Yang menarik, ketika menemukan kompleks bangunan perumahan rakyat diapit
persawahan, saya pun menghayal. Hayooo, kamu
iri kan kak, petani di sini punya rumah dengan arsitektur bangunannya yang oke
punya? begitulah khayalan saya.
Hampir pukul 18.00 sore ketika minibus akhirnya mencapai perbatasan. Bukit Kayu Hitam begitulah nama kota kecil ini, kota perbatasan Malaysia dengan Thailand tempat kami sekarang berpijak. Kami pun keluar dari minibus, berjalan ke tempat pemeriksaan imigrasi Malaysia. Barang bawaan kami tak perlu dibawa, hanya diri, barang berharga dan tentu saja paspor.
Menurut saya bangunan imigrasi keberangkatan keluar dari Malaysia di Bukit Kayu Hitam ini terbilang sederhana. Kontras dengan area parkir kendaraan yang terbilang sangat luas. Mungkin karena saking banyaknya volume kendaraan yang keluar masuk Malaysia.
Menurut saya bangunan imigrasi keberangkatan keluar dari Malaysia di Bukit Kayu Hitam ini terbilang sederhana. Kontras dengan area parkir kendaraan yang terbilang sangat luas. Mungkin karena saking banyaknya volume kendaraan yang keluar masuk Malaysia.
Konter barisan imigrasi berada di bagian luar gedung. Kita pun menunggu
giliran menghadap petugas imigrasi. Hingga tibalah giliran paspor saya dicap
keluar dari Malaysia. Setelah selesai, kita kembali ke minibus. Nah menunggu penumpang lainnya, kesempatan inilah
saya sempatkan mengobrol dengan kakak-kakak yang logatnya sama dengan kampung
halaman saya…..Rupanya mereka bukan ingin ke Hatyai tapi ingin ke Danok. Baru
pertama kali mendengar Danok, saya penasaran. Katanya Danok itu tak jauh dari
sini. (border). Berarti sebentar lagi! Dan si kakak balik bertanya hendak apa gerangan kita
ke Hatyai. Saya pun menjawab santai “Mo jalan – jalan kak!” . Hahh,,,jarang
terjadi saya bisa berbicara bahasa Indonesia logat kampung halaman di negeri
orang.
Ratusan meter di depan adalah gerbang masuk
Thailand. Sebelum minibus lanjut
berjalan, kita pun harus selesai menulis kelengkapan data arrival card imigrasi Thailand yang diberikan oleh si abang supir.
Minibus ke Hatyai (kiri)
Pasport WNI & Immigration Arrival Card in Thailand (kanan)
Welcome
to Thailand....Kita turun bergegas menuju konter imigrasi
kedatangan Thailand. Dan daerah perbatasan
Thailand tempat kami berada sekarang namanya Sadao. Dari parkir menuju konter imigrasi, jujur lokasinya agak membingungkan bagi saya. Apalagi harus menyusup
diantara banyaknya kendaraan yang juga mengantri masuk ke Thailand. Saya sama Septi mah ikut jalan orang – orang
yang di depan kita.
Demi cap paspor, kita harus mengantri. Begitu dapat giliran, tak ada kata terucap dari petugas imigrasi. Menggambil arrival card kita kemudian membubuhkan cap imigrasi Thailand di paspor kita, sudah gitu aja. Sebuah proses pemeriksaan lintas darat antar negara yang simple :). FYI, lewat jalur darat kita (WNI) hanya punya jatah tinggal di Thailand selama 14 hari saja.
Demi cap paspor, kita harus mengantri. Begitu dapat giliran, tak ada kata terucap dari petugas imigrasi. Menggambil arrival card kita kemudian membubuhkan cap imigrasi Thailand di paspor kita, sudah gitu aja. Sebuah proses pemeriksaan lintas darat antar negara yang simple :). FYI, lewat jalur darat kita (WNI) hanya punya jatah tinggal di Thailand selama 14 hari saja.
Kembali ke parkir minibus, harus ingat - ingat nomor kendaraan yang
kita tumpangi ya kak agar tak salah
naik….Ketika menunggu penumpang lainnya, mata saya tertuju pada sebuah meja
dekat parkir kendaraan kami ini. Rupanya
tersedia brosur wisata Hatyai, Thailand lengkap dengan petanya, gratis. Saya
pun mengambilnya.
Perjalanan minibus pun berlanjut. Sama seperti dengan Indonesia,
Malaysia & Thailand juga menerapkan system
lalu lintas lajur kiri. Setir kendaraan sama-sama di kanan. Selepas Sadao Border, tak ada perubahan jalur
jalan kendaraan.
Dari balik jendela minibus Sadao - Hatyai, Thailand |
.............................
Apa yang saya pikirkan terjadi, si
abang menunjukkan ekspresi bingung ketika saya bilang “Please drop off us in The Aree Hat Yai Hostel”. Ya begitulah kak, kalau sudah kepentok masalah
komunikasi, bahasa tarjan pun jadi solusi. Lalu saya menunjukkan kertas booking penginapan kita dimana dalam kertas
itu ada alamat lengkapnya. Namun tetap saja si
abang lagi – lagi menunjukkan ekspresi bingung atau malah saya yang sebenarnya
tak bisa mengartikan makna ekspresinya. Untungnya si mbak Thailand yang duduk
di samping supir berbaik hati menjadi penyambung lidah kami. Saya pun menunjukkan foto google map lokasi hostel ini. Ada manfaatnya juga, saya mencapture foto petanya via
hp ketika kita masih berada di Penang tadi. Saya pun meminta untuk menurunkan
kita di UOB Bank saja. Bank ini berada di bilangan jalan yang sama dengan
penginapan kita hanya berjarak 350 meter. Mendengar UOB Bank si abang supir
menganggukkan kepala, tanda oke. Khob khun ka bantuannya mbak Thai dan terimakasih bang supir sudah mau direpotkan dengan dua wanita Indonesia yang newbie ini, lol. Begitulah, kita pun
diturunkan di tempat request-an.
Waktu menunjukkan pukul setengah delapan malam ketika kita menginjakkan kaki di Hatyai. Kesan pertama dengan kota ini biasa saja. Mungkin karena kita terdamparnya di barisan ruko yang tak begitu ramai oleh lalu lalang kendaraan. Kita pun masuk ke ruangan ATM UOB Bank. Ambil uang cash bath dulu barulah kita jalan kaki ke penginapan.
Sawadee ka, Thailand!
Waktu menunjukkan pukul setengah delapan malam ketika kita menginjakkan kaki di Hatyai. Kesan pertama dengan kota ini biasa saja. Mungkin karena kita terdamparnya di barisan ruko yang tak begitu ramai oleh lalu lalang kendaraan. Kita pun masuk ke ruangan ATM UOB Bank. Ambil uang cash bath dulu barulah kita jalan kaki ke penginapan.
Sawadee ka, Thailand!
Halo Adik (takut dibilang sok muda), senangnya baru menemukan tulisan Dik Khairani saat sedang bersiap-siap ke Hatyai. Mudah-mudahan tulisan yang sangat menarik Dik Khairani masih up to date dengan kondisi sekarang. Kalau banyak perubahan siknifikan, mungkin (tidak janji), akan kembali mengisi ruang komentar (biasanya sepi ya, Dik). Sementara ini terima kasih.
ReplyDelete