Tuesday 30 May 2017

Dari Penang ke Hatyai

Perjalanan Melintasi Batas Negara Malaysia – Thailand

Penang, 11 Februari 2017….Momen sore ini menjadi pengalaman pertama kalinya bagi kita melintasi batas negara Malaysia – Thailand melalui jalur darat. Lama perjalanan darat dari Penang ke Hatyai itu sekitar 4 – 5 jam, tergantung lamanya proses imigrasi di border kedua negara.

Bukit Kayu Hitam, Malaysia's border with Thailand
Sebelumnya sudah saya ceritakan alasan dibalik mengapa kita memilih naik minibus dari Penang ke Hatyai. Yapp, kelebihan dari naik minibus dibanding moda transportasi lainnya yakni penumpang dijemput dan diantar hingga tujuan (penginapan kita di Hatyai). Memesan tiketnya pun tak ribet, tinggal mendatangi kantor agen travel resmi di George Town, salah satunya A.G. Express Services. Kita memilih travel ini karena lokasinya yang mudah ditemukan, berada di lantai dasar kompleks Prangin Mall, dekat dengan penginapan kita & dekat juga dengan Terminal Komtar.

Tak menunggu lama, si abang travel mempersilahkan penumpang masuk ke dalam. Untuk memastikan tiket kita diperiksa lagi olehnya. Tak ada penomoran kursi jadi penumpang bebas memilih posisi kursi, ya siapa cepat dia dapat. Kita dapat kursi barisan nomor 2 atau tepat di belakang supir, saya dekat jendela dan Septi sebelah saya. FYI, melihat tulisan flat jelas sekali bahwa minibus ber-AC yang kami tumpangin ini adalah minibus Thailand. Kapasitas 13 penumpang terdiri dari 4 baris (setiap baris diduduki 3 penumpang) plus 1 kursi penumpang di samping supir. Ruang selonjoran kaki bisa dibilang lapang bahkan bisa menjadi tempat menaruh tas ransel tanpa mengurangi kenyaman, ini menurut saya. 

Sesuai jadwal yang tertera pada tiket, pukul 15.30, kursi penumpang sudah terisi penuh, kita pun langsung berangkat. Eh si abang travel bilang ''Don’t worry, your driver can speak a little English'' katanya sesaat sebelum pintu geser minibus ditutup. Hmmm, baiklah. Dari perawakannya memang kentara bahwa khun aka si abang supir minibus ini orang Thailand tulen. Semoga nantinya di Hatyai dia tak kesulitan menemukan alamat yang kita tuju. Dan untuk jaga – jaga saya sudah menyiapakan alamat penginapan kita dalam aksara Thailand.

Minibus berangkat….Melaju di atas jalanan flyover Penang. Dalam lamunan, telinga saya menangkap percakapan penumpang. Logatnya sangat tak asing bagi saya. Saya menoleh ke belakang, penasaran, tebakan saya mereka adalah kakak – kakak yang umurnya sedikit di atas saya ≠sikakaksokmudah muda. Huahhh,, dalam perjalanan darat ke Thailand pun masih bertemu orang Indonesia jelasnya lagi orang Sumatera Utara. Mau kemana kakak-kakak kece tersebut? Nantilah berkenalannya, si adek Septi mah udah siap-siap mau molor. Perjalanan hari ini cukup melelahkan apalagi tadi habis jalan kaki berpanas ria di jalanan kota George Town.

Mendekati Jembatan Penang (Penang Bridge), si abang supir tadinya melaju harus mengurangi kecepatannya. Penang macet. Barulah lancar lagi saat minibus sudah berada di atas Jembatan Penang. Dari balik jendela kaca minibus saya memandang ke luar. Panorama laut sedikit terhalang pembatas jembatan tol ini. Jujur saya sangat bersemangat, inilah pengalaman pertama melintasi jembatan tol laut yang katanya terpanjang di Asia Tenggara. Oh iya saya baru ingat bahwa di selatan jembatan ini ada lagi Penang Second Bridge. Namanya Sultan Abdul Halim Muadzam Shah Bridge, baru diresmikan tahun 2014 yang lalu. Panjangnya sekitar 24 km! Sadisss ya kak? Salut sama Malaysia, sejak tahun 1985 negara ini sudah punya jembatan tol laut nan megah ditambah lagi Penang Second Bridge.

Penang Bridge, melihat Selat Malaka & Pulau Jerejak dari balik jendela minibus
Mengintip ke speedometer, minibus melaju 80 km/jam. Daratan Penang semakin tertinggal di belakang. Sampai jumpa lagi Pulau Pinang! 13,5 km melaju di Jembatan Penang, minibus pun menggapai daratan Semenanjung Malaysia, Seberang Perai.

Kini minibus benar- benar melaju di jalanan tol yang tentu saja saya tak tahu apa nama daerah sebenarnya yang dilewati  sepanjang jalan. Septi di sebelah tertidur dan saya pun memandang ke luar jendela minibus, terkadang mengkhayal!

Bagaimana sesungguhnya potret jalan nasional Malaysia selepas Pulau Pinang hingga ke perbatasan dengan Thailand? Inilah pertanyaan yang ingin saya temukan jawabannya. Sepanjang jalan yang terlewati adalah jalan tol. Gerbang masuknya tol semuanya system autogate dimana pembayaran tarifnya wajib menggunakan payment card ya kalau tanah air seperti e-money. Bagaimana lebar jalan tol ala Malaysia? Saking lebarnya, saya pun membandingkannya dengan jalan overburden di tempat kerja saya, perkiraan saya mungkin selebar 30 meter per jalur. Jalannnya dibuat 2 jalur pula dan dibuat searah ada pembatas pemisah dengan arus jalan yang berlawanan. Sejauh minibus melaju, jalanan berasa landai & mulus jarang sekali ada tikungan. Kondisi jalan nasional  Malaysia memang luar biasa, buat saya iri!! Dan sadis si abang supir membalap dengan kecepatan minibus mencapai 120 km/jam. 

…………………
Entah berapa lama saya tak sadarkan diri tertidur. Saya baru terbangun ketika minibus melewati persimpangan tol, di sisi kiri jalan ada rambu penanda arah bertuliskan Alor Setar, katanya 7,5 km lagi. FYI, Alor Setar adalah ibukota Negeri Kedah. Oooo,, kini saya berada di Kedah, apa nama detail daerahnya, entahlah! Belakangan saya baru tahu, Kedah dikenal dengan julukan "Lumbung Beras Malaysia".  Pantas saja, semampu mata memandang, di luar sana saya hanya terlihat bentang persawahan yang menguning berlatar perbukitan. Yang menarik, ketika menemukan kompleks bangunan perumahan rakyat diapit persawahan, saya pun menghayal. Hayooo, kamu iri kan kak, petani di sini punya rumah dengan arsitektur bangunannya yang oke punya? begitulah khayalan saya.

Hampir pukul 18.00 sore ketika minibus akhirnya mencapai perbatasanBukit Kayu Hitam begitulah nama kota kecil ini, kota perbatasan Malaysia dengan Thailand tempat kami sekarang berpijak. Kami pun keluar dari minibus, berjalan ke tempat pemeriksaan imigrasi Malaysia. Barang bawaan kami tak perlu dibawa, hanya diri, barang berharga dan tentu saja paspor.

Menurut saya bangunan imigrasi keberangkatan keluar dari Malaysia di Bukit Kayu Hitam ini terbilang sederhana. Kontras dengan area parkir kendaraan yang terbilang sangat luas. Mungkin karena saking banyaknya volume kendaraan yang keluar masuk Malaysia.

Konter barisan imigrasi berada di bagian luar gedung. Kita pun menunggu giliran menghadap petugas imigrasi. Hingga tibalah giliran paspor saya dicap keluar dari Malaysia. Setelah selesai, kita kembali ke minibus. Nah menunggu penumpang lainnya, kesempatan inilah saya sempatkan mengobrol dengan kakak-kakak yang logatnya sama dengan kampung halaman saya…..Rupanya mereka bukan ingin ke Hatyai tapi ingin ke Danok. Baru pertama kali mendengar Danok, saya penasaran. Katanya Danok itu tak jauh dari sini. (border). Berarti sebentar lagi! Dan si kakak balik bertanya hendak apa gerangan kita ke Hatyai. Saya pun menjawab santai “Mo jalan – jalan kak!” . Hahh,,,jarang terjadi saya bisa berbicara bahasa Indonesia logat kampung halaman di negeri orang.

Ratusan meter di depan adalah gerbang masuk Thailand. Sebelum minibus lanjut berjalan, kita pun harus selesai menulis kelengkapan data arrival card imigrasi Thailand yang diberikan oleh si abang supir.

  
Minibus ke Hatyai (kiri)
Pasport WNI & Immigration Arrival Card in Thailand (kanan)

Welcome to Thailand....Kita turun bergegas menuju konter imigrasi kedatangan Thailand. Dan daerah perbatasan Thailand tempat kami berada sekarang namanya Sadao. Dari parkir menuju konter imigrasi, jujur lokasinya agak membingungkan bagi saya. Apalagi harus menyusup diantara banyaknya kendaraan yang juga mengantri masuk ke Thailand.  Saya sama Septi mah ikut jalan orang – orang yang di depan kita.

Demi cap paspor, kita harus mengantri. Begitu dapat giliran, tak ada kata terucap dari petugas imigrasi. Menggambil arrival card kita kemudian membubuhkan cap imigrasi Thailand di paspor kita, sudah gitu aja. Sebuah proses pemeriksaan lintas darat antar negara yang simple :). FYI, lewat jalur darat kita (WNI) hanya punya jatah tinggal di Thailand selama 14 hari saja.

Kembali ke parkir minibus, harus ingat - ingat nomor kendaraan yang kita tumpangi ya kak agar tak salah naik….Ketika menunggu penumpang lainnya, mata saya tertuju pada sebuah meja dekat parkir kendaraan kami ini. Rupanya tersedia brosur wisata Hatyai, Thailand lengkap dengan petanya, gratis. Saya pun mengambilnya.

Perjalanan minibus pun berlanjut. Sama seperti dengan Indonesia, Malaysia & Thailand juga menerapkan system lalu lintas lajur kiri. Setir kendaraan sama-sama di kanan. Selepas Sadao Border, tak ada perubahan jalur jalan kendaraan.

Begitu memasuki Thailand kita disambut oleh barisan hotel, restoran, bar dan kasino berdiri megah di sepanjang jalan. Memandang tulisan plang nama sepanjang jalan yang tak lagi huruf latin. Hanya bertulisan aksara Thai yang sama sekali tak bisa saya baca. Minibus berhenti, hampir semua penumpang turun. termasuk kakak – kakak yang sekampung dengan saya. Ohh ini toh Danok. Hahhh,,suasananya mengingatkan saya pada Bavet Border, perbatasan Kamboja – Vietnam. Kini minibus melaju di jalan nasional nya Thailand. Kiri kanan panoramanya rumah – rumah penduduk. Bangunannya tak begitu beda dengan di tanah air kita. Begitu juga dengan jalanan aspal yang dilalui, kondisinya mengingatkan saya pada Jalinsum. Bendera – bendera Thailand yang berkibar pada tiang setiap rumah penduduk, menjadi penanda bahwa inilah Thailand….Sekitar 1 jam lagi, kami akan sampai di Hatyai.


Dari balik jendela minibus
Sadao - Hatyai, Thailand
.............................
Apa yang saya pikirkan terjadi, si abang menunjukkan ekspresi bingung ketika saya bilang “Please drop off us in The Aree Hat Yai Hostel”. Ya begitulah kak, kalau sudah kepentok masalah komunikasi, bahasa tarjan pun jadi solusi. Lalu saya menunjukkan kertas booking penginapan kita dimana dalam kertas itu ada alamat lengkapnya. Namun tetap saja si abang lagi – lagi menunjukkan ekspresi bingung atau malah saya yang sebenarnya tak bisa mengartikan makna ekspresinya. Untungnya si mbak Thailand yang duduk di samping supir berbaik hati menjadi penyambung lidah kami.  Saya pun menunjukkan foto google map lokasi hostel ini. Ada manfaatnya juga, saya mencapture foto petanya via hp ketika kita masih berada di Penang tadi. Saya pun meminta untuk menurunkan kita di UOB Bank saja. Bank ini berada di bilangan jalan yang sama dengan penginapan kita hanya berjarak 350 meter. Mendengar UOB Bank si abang supir menganggukkan kepala, tanda oke. Khob khun ka bantuannya mbak Thai dan terimakasih bang supir sudah mau direpotkan dengan dua wanita Indonesia yang newbie ini, lol. Begitulah, kita pun diturunkan di tempat  request-an.

Waktu menunjukkan pukul setengah delapan malam ketika kita menginjakkan kaki di Hatyai. Kesan pertama dengan kota ini biasa saja. Mungkin karena kita terdamparnya di barisan ruko yang tak begitu ramai oleh lalu lalang kendaraan. Kita pun masuk ke ruangan ATM UOB Bank. Ambil uang cash bath dulu barulah kita jalan kaki ke penginapan.

Sawadee ka, Thailand!

1 comment:

  1. Halo Adik (takut dibilang sok muda), senangnya baru menemukan tulisan Dik Khairani saat sedang bersiap-siap ke Hatyai. Mudah-mudahan tulisan yang sangat menarik Dik Khairani masih up to date dengan kondisi sekarang. Kalau banyak perubahan siknifikan, mungkin (tidak janji), akan kembali mengisi ruang komentar (biasanya sepi ya, Dik). Sementara ini terima kasih.

    ReplyDelete