Saturday 27 May 2017

Semalam di George Town, Penang

George Town, Malaysia
#Throwbackphoto 
From The Flight Window TR2422
Jadi kak, George Town itu adalah ibukota negara bagian Pulau Pinang (Penang), Malaysia. Bila kita lihat di peta google, lokasinya berada di pojok timur laut Pulau Pinang. Dimana kota ini berhadapan langsung dengan Selat Malaka dan hanya terpisah jarak sekitar 1,4 mil laut (2,24 km) dengan daratan Semenanjung Malaysia. Namanya yang kebarat – kebaratan rupanya tak lepas dari sejarah panjang yang dimilikinya. Awalnya didirikan oleh Kongsi Dagang  British East India Company pada tahun 1786. Dan merupakan salah satu permukiman Inggris pertama di Asia Tenggara. Seiring waktu kota ini berkembang menjadi kota pelabuhan utama di Selat Malaka.

Dahulu George Town menjadi tempat persinggahan penting para pedagang yang datang dari Eropa, India dan Cina. Karena perkembangannya sangat dipengaharui oleh berbagai bangsa itu lah mengapa arsitektur bangunan – bangunan di kota ini beragam. Mulai dari bergaya kolonial, oriental dan tentu saja pribumi Melayu ada di George Town. Kini kota ini berstatus Situs Warisan Dunia UNESCO.

Mengulik bagaimana sebenarnya suasana kota tua nya Penang, Malaysia. Berikut cerita saya Semalam di George Town, Penang (10 Februari 2017);

................................
Lupakan kekalutan hati saat turbulensi sepanjang perjalanan udara dari Kualanamu ke Penang tadi. Waktunya cerita yang buat hati bahagia saja ya kak….Baiklah, selesai urusan imigrasi, saya tak perlu lagi mengambil barang bagasi. Bawaan saya simple hanya memundak sebuah tas ransel dan menenteng sebuah tas selempang. Gaya ransel, begitu style perjalanan ini. Saya pun berjalan keluar gate kedatangan internasional. Ngomong – ngomong, saya masih harus menunggu Septi. Komunikasi via whatsapp katanya dia sudah sampai KL dan akan mendarat di Penang pukul 3 sore. Masih lama, mau ngapain di bandara selama 4 jam ke depan, saya harus cari ide.

Begitu keluar gate, pandangan mata langsung menemukan rak brosur wisata Tourism Malaysia. Tentu saja saya langsung mengambil beberapa brosur. Apa saja destinasi wisata menarik Penang, bagaimana menjangkaunya dengan transportasi umum bus Rapid Penang, segala informasi yang dibutuhkan wisatawan ada di dalam brosur Penang Tourism dan kita bisa mengambilnya dengan gratis.  

Tourism Malaysia, Penang Airport
Setelah ambil brosur wisata Malaysia, saya pun menuju ATM yang berlogo visa. Ya, sejak keseringan traveling ke Malaysia, saya memang lebih suka mengambil uang ringgit di ATM daripada menukarkan uang di money changer. Sekali transaksi penarikan, kartu debit kita akan dikenai potongan biaya 20.000 IDR.

Ambil brosur wisata Penang sudah, ambil uang cash ringgit juga sudah. Saatnya bergegas cari tempat nongkrong atau tempat makan siang lebih awal. Ada gunanya juga dulu saya pernah menghabiskan malam di bandara ini. Ingatan saya tertuju pada restoran cepat saji KFC (biarlah sebut merk nya ya kak) Penang Airport yang berada di terminal keberangkatan, lantai atas. Saya pun ke sana! Ada yang bertanya ke Malaysia kok makannya di KFC kak? Jawabannya simple, saya kangen makan nasi lemak KFC ala Malaysia. Favorit saya yakni nasi lemak ayam kremes plus telur dadar dengan minuman soda. Di Tarakan kota saya berdomisili, beli sajian sejenis dengan harga setara 30 ribu an rupiah mana dapat.

KFC ala Malaysia
Selesai makan siang berlanjut santai – santai duduk di KFC sambil nikmati internet gratisan eh tak terasa sudah jam 1 lebih. Saatnya menyudahi killing time, beranjak kembali ke lantai dasar, menuju surau. Shalat dzuhur dulu ya kan kak!

Masih ada 2 jam lagi sebelum Septi datang, tempat nongkrong selanjutnya adalah barisan kursi dekat gate kedatangan internasional. Yayy ada colokan listriknya. Di samping saya duduk seorang ibu, saya pun mengobrol dengannya. Jalan – jalan ke Malaysia, bahasa bukan kendala. Ya, sikit saya bisa cakap melayu. Cerita punya cerita beliau sedang menunggu anaknya dari KL. Katanya liburan ini keluarganya akan ke Pulau Langkawi. Dari Penang ke Langkawi, naik ferry  sekitar 2 jam 45 menit saja, cukup dekat. Cerita si ibu tentang Langkawi membuat saya teracuni, semakin berniat suatu saat ingin ke sana. Next time with my beloved parents, I wish. InshaAllah....Yang ditunggu – tunggu dari KL akhirnya datang. Welcome to Penang, Septi!

Komtar Bus Terminal (dalam bahasa Malaysia ; Terminal Bas Komtar) yang berada di bandar George Town, itulah tujuan kami. Dari pintu keluar gedung terminal kedatangan Penang Airport, ambil sebelah kiri terus berjalan menuju halte bus Rapid Penang, tak jauh. Naik lah bus 401E hingga ke pemberhentian terakhir. Begitulah caranya menjangkau Komtar Bus Terminal dari Penang Airport. Bagaimana cara membayar ongkos bus Rapid Penang? Ternyata masih sama dengan ketika saya ke sini 4 tahun yang lalu, boleh bayar dengan uang cash. Begitu naik bus, masukkan uang 2.7 MYR ke dalam wadah yang tersedia dan supir akan memberi tiket kertas. Bayarlah dengan uang pas ya kak karena pak supir tidak akan menyediakan uang kembalian.

Di dalam bus Rapid Penang
Just information, Komtar itu adalah terminal bus terpadunya Penang. Seluruh rute bus se Pulau Pinang terkonsentrasi di sini. Terminal ini tepat berada di dasar tower Komtar, bangunan pencakar langit tertinggi di Penang. Tingginya 249 m dengan 65 lantai. Bangunan tower Komtar sangat mencolok dibanding bangunan sekitarnya. Sudah pasti mempermudah kita menghafal lokasi terminal bus Komtar.

Perjalanan naik bus Rapid Penang dari Penang Aiport ke Komtar Bus Terminal membangkitkan memori kenangan saya ke masa 4 tahun yang silam. Memandang ke luar jendela, panorama kota ini ternyata banyak berubah. Seingat saya jalan flyover Penang sebelumnya tak sebanyak ini dan seingat saya sebelumnya kendaraan di jalanan kota ini tak sepadat ini. Penang ternyata bisa macet juga. Dan dari bandara hingga ke Komtar itu butuh satu jam lebih.

Melihat Prangin Mall dan Komtar dari Jalan Sungai Ujong
Sampai di Komtar, lanjut jalan kaki ke 100 Cintra Street Guesthouse. Guesthouse inilah tempat kita menginap semalam di Penang. Untunglah tadi di bandara saya sempat mencapture peta google, rute berjalan kaki dari Bus Terminal Komtar ke 100 Cintra Street Guesthouse. Keduanya hanya berjarak 750 meter saja. Sangat mudah, tinggal mengikuti Jalan Ria penandanya Prangin Mall. Menyebrang 4 persimpangan jalan, lurus mengikuti Jalan Sungai Ujong ketemu lagi 4 persimpangan jalan, menyebrang, terus lurus mengikuti Jalan Lembuh Cintra. Dan ketemulah bangunan guesthouse ini di sisi kiri jalan.

  
Dari Komtar berjalan ke Jalan Lembuh Cintra nomor 

100 Cintra Street Guesthouse… Dari luar pagar, tampilan bangunan guesthouse ini lekat dengan arsitektur China klasik. Dinding bangunan 3 lantai ini dicat dengan perpaduan putih biru. Kami pun masuk ke dalam menemui staff nya. Proses check in selesai, kami diantar ke kamar tipe standard double room yang berada di lantai 2.  Kamar mandinya terpisah, letaknya tak jauh dari tangga. Baiklah, waktunya istirahat sejenak & bersih – bersih diri. Nanti malam barulah kita akan berjalan – jalan menikmati suasana malam George Town, begitulah rencananya.

Dari luar pagar 100 Cintra Street Guesthouse
Menengok ke dalam bangunan 100 Cintra Street Guesthouse, material kayu mendominasi konstuksi guesthouse ini. Mulai dari lantai, tangga, langit – langit bahkan perabotan yang digunakan. Untuk dimensi kamar yang kita tempati sebenarnya sangat ngepas buat diisi 2 orang dewasa. Ya jadi lah toh kita hanya numpang tidur semalam saja. Dengan kamar-kamar disebelahnya hanya disekat kayu. Sedangkan menghadap jendela, dindingnya berupa bata. Ada kelambu, sebuah kipas angin, selimut dan 2 buah handuk. Steker listrik tipe G yang hanya sebuah ada dekat jendela. Untung saja konverter steker yang saya bawa bisa buat mencharger hp atau kamera tanpa melepas colokan listrik kipas angin. Tentu saja ada wi-fi. Sayangnya tak ada layanan breakfast untuk kamar yang kita tempatin. Tapi bagi yang ingin buat kopi, teh atau lainnya ada dapur umum di lantai dasar. Kebersihannya lumayan. Saya suka lokasinya, dekat dengan Komtar dan untuk menjangkau bangunan-bangunan klasik di George Town bisa dengan jalan kaki. Untuk 100 Cintra Street Guesthouse, saya beri nilai 7,9.


  
  
Tampilan di dalam bangunan 100 Cintra Street Guesthouse

Jalan – jalan malam di George Town, Penang….Kita mulai jalan – jalan malam sekitar setengah 8 malam. Hanya dengan modal peta dalam brosur Penang Tourism. Jalan Lembuh Cintra, kita jalan kaki mengambil jalan suka - suka. Kita memang tidak menentukan secara khusus bangunan bersejarah George Town apa saja yang akan kita datangi. Yang penting bisa berfoto-foto dengan latar meriahnya suasana malam purnama di kawasan pecinan George Town itu saja sudah buat hati senang. 

  
Jalan - jalan malam kita di George Town, Penang

Rangkaian lampion – lampion China di jalanan kota seakan-akan buat kita merasa seperti di China. Bangunannya didominasi bangunan ruko flat berlantai 2 -3 dengan arsitektur China klasik. Nama pada plang pertokoan pun tertampang dalam 2 bahasa yakni Melayu & Mandarin. Ya, begitulah George Town. Jumlah penduduk etnis keturunan China memang lebih dominan dibanding pribumi Melayu itulah yang membuat suasana ibukota negara bagian Malaysia ini berasa Tiongkok. Oh iya, infonya besok malam (11/02/2017) adalah puncak perayaan Chap Goh Meh Penang. Yang akan diadakan di Fort Cornwallis. Ahh sayang sekali, wishlist saya yang ingin melihat pesta lampion Penang harus ditunda dulu karena keburu punya rencana lain.

Suasana malam di jalanan George Town, Penang

Setengah jam jalan kaki suka – suka di jalanan George Town eh ternyata mengantarkan kami ke  kawasan tepian laut, The Esplanade nya Penang. Kita pun melipir makan malam ke Kompleks Makanan Medan Renong. Ya, inilah salah satu kawasan kuliner dengan ciri khas makanan seafood khas Penang. Malam akhir pekan dan besok adalah hari liburnya Penang pantas saja suasananya ramai oleh penduduk lokal. Kita sampai bingung mau duduk dimana dan makan apa.

  
Beli pasembur di Kompleks Makanan Medan Renong

Setelah menyantap sajian utama yakni nasi goreng ayam, kita pun menyantap 1 porsi pasembur berdua. Seporsi harganya 12 MYR. Pasembur terdiri dari bermacam-macam gorengan seafood yang kita pilih sendiri kemudian diiris-iris lalu dilumuri saus atau bumbu rujak khas Penang. Pengalaman pertama menyantapnya, saya langsung suka.

  
Kulineran Pasembur 

Hampir pukul 10 malam di Penang, waktunya kita kembali pulang ke guesthouse. Dan tentu saja dengan jalan kaki menyusuri jalanan yang tadi kita lewati. Barisan pertokoan mulai tutup dan manusia yang berkeliaran di jalanan pun mulai sepi. By the way, malam ini kita sudah jalan kaki ± 3,5 km pergi pulang!

Cahaya lampion di George Town, Penang
Memandang dari sini....dari sudut Jalan Masjid Kapitan Keling, George Town
photo by Anissa Septi

No comments:

Post a Comment