Tuesday 23 May 2017

Kekalutan Hati di Langit Kualanamu (KNO) – Penang (PEN)

Ilustrasi foto di langit Kualanamu
Si kakak mah bukan termasuk pejalan yang  sering – sering kali naik pesawat, palingan setiap 2 bulan. Ya iyalah masih kalah sama mbak-mbak pramugari. Pertama kali naik pesawat tahun 2010, ketika itu rasanya senang sekali. Kedua kali dan selanjutnya pun masih tetap exciting, maklum newbie kak. Paling senang bila dapat duduk di kursi dekat jendela. Saya suka memandang panorama dari ketinggian di luar sana. Tetapi entah mengapa semakin ke sini jujur saya semakin pobia sama yang namanya turbulensi. 

Dalam dunia penerbangan pastinya kita sudah sering mendengar istilah turbulensi. Ini merupakan gerakan udara tidak beraturan atau berputar tidak beraturan akibat perbedaan tekanan atau temperatur. Meskipun secara teoritisnya turbulensi dalam dunia penerbangan itu tidak berbahaya namun tetap saja goncangan di udara saya selalu buat saya keringat dingin, memegang erat pegangan kursi pesawat. Apalagi goncangannya parah, hahhh di situlah timbul ketakutan luar biasa dalam hidup saya. Mendadak melow, dalam hati bergumam hambamu-Mu ini belum siap ya Allah. Begitulah kak, efek masih single ! #curcol

Terakhir kali mengalami turbulensi yang menurut saya sangat tak mengenakkan yakni penerbangan ke Penang pada Jumat, 10 Februari 2017 yang lalu. Terbang dari Bandara Kualanamu, saya mengambil penerbangan pagi. Duduknya di kursi lorong, 27C. Cuaca pada waktu take off mah terbilang cerah berawan.

Ketika sudah mengangkasa sekitar 10 menit, pesawat masih belum berada di ketinggian jelajah normal. Dan lampu tanda sabuk pengaman belum juga dipadamkan. Namun, saya yang tadinya duduk manis tiba – tiba saja tersentak, jantung pun mau copot. Jelas sekali terasa kalau badan pesawat yang kami tumpangi ini anjlok parah dari ketinggian. Deg-deg an belum reda, kali ini tubuh berasa seperti diayun – ayun bak roller coaster, pesawat naik turun dalam kecepatan tinggi. Sontak membuat berapa penumpang berteriak ketakutan. Tangan saya keringat dingin. Melihat lurus melalui lorong pesawat jauh ke depan, rasanya hampa. Selanjutnya hanya berasa goncangan kecil saja. Situsi ini tetap saja masih membuat saya tak nyaman. Dzikir pun dilafalkan demi untuk mengobati ketakutan. Berdoa semoga Allah melindungi perjalanan kami. Perjalanan udara dari Medan ke Pedang memang hanya berlangsung 40 menit saja tetapi rasanya sungguh tak karu-karuan. Alhamdulillah, Allah itu Maha Baik. Kami akhirnya mendarat selamat di bandara nya Penang.  

Saat pesawat sedang dalam proses parkir ke apron bandara, tak sengaja saya mendengar cerita ibu dan putrinya di depan kursi saya. Beliau bercerita bahwa sebelumnya dia pernah mengalami kejadian turbulensi yang lebih mengerikan dari yang kami alami tadi. Ceritanya masih dengan jalur penerbangan yang sama yakni antara Penang dan Kualanamu. Waktu pesawat hendak mendarat, tiba – tiba saja pesawat kembali menaikkan ketinggiannya. Kemudian lanjut berputar-putar selama satu jam di udara. Rupaya pesawat tak bisa mendarat segera, hal ini dikarenakan oleh hujan turun dengan deras dan berpetir bertepatan dengan waktunya pesawat mendarat di Kualanamu sore itu.

Ya Allah, cerita si ibu lagi - lagi mengingatkan saya pada kejadian yang pernah saya alami 2 tahun yang lalu. Kala itu penerbangan pagi. Terbangnya dari Jakarta mau ke Kualanamu. Selama satu setengah di udara, penerbangan berlangsung seperti biasa saja kalau pun terjadi turbulensi, masih terbilang kecil. Namun tangisan dedek bayi, anak seorang penumpang yang tak henti sepanjang perjalanan udara rupanya pertanda. Turbulensi hebat terjadi ketika kami di langit hampir mendekati Kualanamu. Waktu itu cuaca memang tak baik. Lagi parah-parahnya bencana kabut asap menerpa kawasan timur Pulau Sumatera. Daratan bahkan tak terlihat sama sekali tak terlihat ketika waktunya hendak landing. Hanya putih pekat di luar sana. Tibalah saatnya pesawat mengalami goncangan hebat dengan bunyi hentakan yang keras. Saya yang duduk di kursi jendela bahkan sangat jelas melihat ada kilatan cahaya berlebihan ketika petir menyambar bagian sayap. Sontak membuat inang – inang di depan kursi saya sontak berteriak menyebut Tuhan. Suasana kabin mendadak riuh, kalut. Pesawat  pun kembali naik lagi. Lalu berputar- putar di udara cukup lama. Namun, syukur lah pilot berani mendaratkan pesawat dalam kondisi jarak pandang terbatas dan hujan deras. Dan kami akhirnya selamat.

Salutnya saya pada pak pilot yakni sesaat setelah kami sukses mendarat, beliau bersuara dari ruang kemudi. Menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyaman yang kami alami barusan. Padahal ya kami yang harusnya sangat berterimakasih. Kemampun brilian pak pilot telah mengantarkan kami ke tujuan dengan selamat ≠respect. Anyway, sesaat setelah pesawat sukses menggapai landasan Kualanamu, ekspresi penumpang banyak yang terharu. Seisi kabin saling menatap berkaca – kaca bahkan menangis bahagia. Termasuk saya 😟

Belakangan saya baru tahu bahwa hujan deras kala itu adalah hujan pertama setelah 2 bulan hujan tak pernah turun. Gara - gara kejadian ini, saya tak akan mau lagi naik pesawat ke Kualanamu saat musim kabut asap parah.

Kembali ke cerita di Penang, sorenya saya bertemu Septi yang baru saja mendarat dari Kuala Lumpur. Dia pun bercerita kalau cuaca penerbangannya ke Penang juga tak begitu baik. Pesawatnya mengalami turbulensi sepanjang perjalanan udara. Bahkan hingga ke landing pun sama sekali tak mengenakkan. Setelah sukses mendarat, saking bahagianya seketika penumpang bertepuk tangan riuh.

Begitulah ceritanya. Turbulensi di langit Kualanamu - Penang tadi pagi sungguh buat kekalutan hati. Wonder why did it happen? Entahlah saya tak mau menganalisa karena saya bukanlah ahli penerbangan. Namun begitu menyadari diri telah berada di Penang, bisa jalan – jalan dan selamat tanpa kurang satu apapun maka berbahagialah saya. Alhamdulillah, Allah itu Maha Baik. Terimakasih pak pilot 😊

No comments:

Post a Comment