Ilustrasi foto di langit Kualanamu |
Terakhir kali mengalami turbulensi yang menurut saya sangat tak
mengenakkan yakni penerbangan ke Penang pada Jumat, 10 Februari 2017 yang lalu. Terbang dari Bandara Kualanamu, saya mengambil penerbangan pagi. Duduknya di kursi
lorong, 27C. Cuaca pada waktu take off
mah terbilang cerah berawan.
Ketika sudah mengangkasa sekitar 10 menit, pesawat masih belum berada di ketinggian jelajah normal. Dan lampu
tanda sabuk pengaman belum juga dipadamkan. Namun, saya yang tadinya duduk
manis tiba – tiba saja tersentak, jantung pun mau copot. Jelas sekali terasa kalau badan pesawat yang
kami tumpangi ini anjlok parah dari ketinggian. Deg-deg an belum reda, kali ini tubuh berasa seperti diayun – ayun bak
roller coaster, pesawat naik turun dalam kecepatan tinggi. Sontak
membuat berapa penumpang
berteriak ketakutan. Tangan saya keringat dingin. Melihat lurus
melalui lorong pesawat jauh ke depan, rasanya hampa. Selanjutnya hanya berasa goncangan kecil
saja. Situsi ini tetap saja masih membuat saya tak nyaman. Dzikir pun dilafalkan
demi untuk mengobati ketakutan. Berdoa semoga Allah melindungi perjalanan kami. Perjalanan udara dari Medan ke Pedang memang hanya berlangsung 40 menit saja tetapi rasanya
sungguh tak karu-karuan. Alhamdulillah,
Allah itu Maha Baik. Kami akhirnya mendarat selamat di
bandara nya Penang.
Saat pesawat sedang dalam proses parkir ke apron bandara, tak sengaja
saya mendengar cerita ibu dan
putrinya di depan kursi saya. Beliau bercerita bahwa sebelumnya
dia pernah mengalami kejadian turbulensi yang lebih mengerikan dari yang kami alami tadi. Ceritanya masih dengan jalur
penerbangan yang sama yakni antara Penang dan Kualanamu. Waktu pesawat hendak mendarat, tiba – tiba saja pesawat kembali
menaikkan ketinggiannya. Kemudian lanjut berputar-putar selama
satu jam di udara. Rupaya pesawat tak bisa mendarat segera, hal ini dikarenakan oleh hujan turun dengan deras dan berpetir bertepatan
dengan waktunya pesawat mendarat di Kualanamu sore itu.
Ya Allah, cerita si ibu lagi - lagi mengingatkan saya pada kejadian yang pernah
saya alami 2 tahun yang lalu. Kala itu
penerbangan pagi. Terbangnya dari Jakarta mau ke Kualanamu. Selama satu setengah di udara, penerbangan
berlangsung seperti biasa saja kalau pun terjadi turbulensi, masih terbilang
kecil. Namun tangisan dedek bayi, anak seorang penumpang yang tak henti sepanjang perjalanan udara rupanya pertanda. Turbulensi hebat terjadi ketika kami di langit hampir mendekati
Kualanamu. Waktu itu cuaca memang tak baik. Lagi parah-parahnya bencana kabut asap menerpa kawasan timur Pulau Sumatera. Daratan bahkan tak
terlihat sama sekali tak terlihat ketika waktunya hendak landing. Hanya putih pekat di luar sana. Tibalah saatnya pesawat mengalami goncangan hebat dengan bunyi hentakan yang keras.
Saya yang duduk di kursi jendela bahkan sangat jelas melihat ada kilatan cahaya berlebihan ketika
petir menyambar bagian sayap. Sontak membuat inang – inang di depan kursi saya sontak berteriak menyebut Tuhan. Suasana kabin mendadak riuh, kalut. Pesawat pun kembali naik lagi. Lalu berputar- putar di udara cukup lama. Namun,
syukur lah pilot berani mendaratkan pesawat dalam kondisi
jarak pandang terbatas dan hujan deras. Dan kami akhirnya selamat.
Salutnya saya pada pak pilot yakni sesaat
setelah kami sukses mendarat, beliau bersuara dari ruang kemudi. Menyampaikan
permohonan maaf atas ketidaknyaman yang kami alami barusan. Padahal ya kami yang harusnya sangat berterimakasih.
Kemampun brilian pak pilot telah mengantarkan kami ke tujuan dengan selamat ≠respect. Anyway, sesaat setelah pesawat sukses
menggapai landasan Kualanamu, ekspresi penumpang banyak yang terharu. Seisi
kabin saling menatap berkaca –
kaca bahkan menangis bahagia. Termasuk saya π
Belakangan saya
baru tahu bahwa hujan deras kala itu adalah hujan pertama setelah 2 bulan hujan
tak pernah turun. Gara - gara kejadian ini, saya tak akan mau lagi
naik pesawat ke Kualanamu
saat musim kabut asap parah.
Kembali ke cerita di
Penang, sorenya saya bertemu Septi yang baru saja mendarat dari Kuala Lumpur. Dia
pun bercerita kalau cuaca penerbangannya ke Penang juga tak begitu baik. Pesawatnya
mengalami turbulensi sepanjang perjalanan udara. Bahkan hingga ke landing pun sama
sekali tak mengenakkan. Setelah sukses mendarat, saking bahagianya seketika penumpang bertepuk tangan riuh.
Begitulah ceritanya. Turbulensi di
langit Kualanamu - Penang tadi
pagi sungguh buat kekalutan hati. Wonder why did it happen? Entahlah saya tak mau menganalisa karena saya bukanlah ahli penerbangan. Namun begitu menyadari diri telah berada di
Penang, bisa jalan – jalan dan selamat tanpa kurang satu apapun maka berbahagialah
saya. Alhamdulillah, Allah itu Maha Baik. Terimakasih pak pilot π
No comments:
Post a Comment