Friday 16 December 2016

Jalan - Jalan Tak Terlupakan di Gunung Bromo

Sebagai pejalan yang menyukai panorama pegunungan, bahagia luar biasa tentunya ketika keinginan untuk memandang Gunung Bromo secara langsung akhirnya terwujud. Salah satu gunung merapi paling fenomenal dan terkenal dari negara kita. Keindahan panorama alamnya tak perlu diragukan lagi. Potretnya sering menjadi cover utama promosi wisata Indonesia.


Jalan-jalan ke Gunung Bromo, saya memilih untuk ikut open trip Bromo Sunrise Tur yang diadakan oleh agen perjalanan wisata dari Kota Malang. Inilah jalan-jalan ke pegunungan yang tak ribet menurut saya. Tinggal memesan melalui penginapan, MADOR Guest House. Biaya per orang nya adalah 300.000 IDR. Meskipun booking nya dadakan, untungnya ada slot untuk saya ikutan trip dini hari itu juga. Dalam trip ini saya bergabung dengan peserta lain yang sebelumnya sama sekali tak saya kenal. Saya yang seorang solo traveler, jadi tak merasa fakir bicara. Saya dapat kenalan baru dari trip ini. 

Perjalanan dari Malang dimulai pukul 02.00 dini hari. Empat orang peserta termasuk saya dijemput dari MADOR. Transportasi yang digunakan yakni sebuah mobil off road (Hardtop Jeep). Kami duduk di kursi bagian belakang supir. Dua orang peserta lain dijemput dari penginapan yang berbeda duduk di samping supir. Jadi dalam trip ada kami ada berenam beserta 1 orang si mas supir sekaligus guide kami.

Informasinya rute dari Kota Malang ke Gunung Bromo adalah Malang-Tumpang-Gubugklakah-Ngadas-Jemplang-Gunung Bromo, jaraknya sekitar 53 kilometer. Dalam kondisi masih gelap di luar sana dan mata pun masih mengantuk, tentu saja saya tak akan bisa tahu tepatnya nama jalan atau daerah yang kami lewati.  Kata si mas guide lebih baik kami tidur saja karena butuh waktu yang lama, sekitar 2 jam untuk sampai di Bromo.
…..
Saya terbangun ketika jeep yang kami tumpangin ini mulai berasa naik turun dan berkelok seketika. Tebakan saya, kini kami sudah berada di kawasan Taman Nasional Gunung Bromo. Di luar kaca jendela, hari masih gelap. Namun cahaya di depan sana, membuat  saya bisa melihat samar-samar, mobil-mobil jeep warna-warni berjalan beriringan.
Pemberhentian pertama….Namanya Gunung Penanjakan (2.700 mdpl). Di sinilah view point, lokasi pandang para wisatawan untuk menyaksikan momen sunrise Gunung Bromo. Yang selama ini kita kenal dengan nama Penanjakan 1. Jeep diparkir, kami pun berjalan menuju view point. Lebih dulu melewati barisan warung penjual makanan/minuman. Nah….sebelum melihat sunrise, kami diajak oleh si mas guide untuk minum teh dan menyantap cemilan terlebih dahulu. Tak perlu bayar lagi, karena ini sudah termasuk biaya tur yang kami bayarkan. Oh iya kak, ke sini ketika masuk waktu shalat subuh sudah tiba. Tak perlu khawatir, ada musholla.
Jika merasa pakaian yang kita pakai tak begitu ampuh mengusir dinginnya temperatur udara di Bromo, ada masyarakat lokal yang menyewakan jaket dan ada pula pedagang yang menjual perlengkapan penahan udara dingin (sarung tangan & shawl dan kupluk).

Hari memang masih gelap namun pengunjung yang berdatangan ke sini sangat lah ramai. Orang-orang memadati pelataran view point. Saya pun baru tahu jika tempat memandang sunrise Gunung Bromo yang terkenal itu ternyata adalah sebuah pelataran terbuka yang dibangun permanen. Barisan tempat duduk batu bertingkat yang ada telah ditempati penuh oleh pengunjung. Ketenaran Gunung Bromo memang tak terbantahkan. Sementara bang Freandy sibuk menyiapkan posisi kamera dslr nya. Saya, Joanne & Lea sudah menduduki posisi di view point. Siap-siap menangkap momen perubahan warna di langit Bromo!

Rasanya tak perlu kamera bagus untuk menangkap panorama di Bromo. Ketika mentari mulai menerangi langit Bromo, panorama yang terpampang di depan mata sungguh tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. MashaAllah....

Saya dan Lea menjejaki sudut pandang lain dari pelataran Penanjakan ini. Kami pun menuruni lereng ke tempat memandang bawah sana yang lebih sepi pengunjung. Harap hati-hati melangkahkan kaki!

Melihat Bromo dari lereng Gunung Penanjakan
Gunung Batok, Gunung Bromo & Gunung Semeru
Menemukan bunga edelweis di Penanjakan, Bromo
Pemberhentian kedua…. Pukul 07.00 pagi kami lanjut ke lokasi pemberhentian selanjutnya. Kali ini jeep menepi di kiri jalan aspal lereng Gunung Penanjakan. Kami diajak naik ke tanggulan bukit jalan. Ternyata pemandangan di sini tak kalah menakjubkan. Gunung Batok, Gunung Bromo, Gunung Semeru terasa dekat di sana.

Tak ada cerita bosan untuk memandang panorama di sini. Dan tak bosan berfoto tentunya :).

Berlatar Gunung Batok  (2.440 mdpl) dan Kaldera Tengger.  Di belakang Gunung Batok terlihat semburan asap belerang dari kawah Gunung Bromo
Teman trip #BromoSunrise09September2016. Bersama bang Freandy (traveler Bali), Joanne (traveler Singapore), Lea (traveler Prancis), yang dua lagi lupa namanya :(
Pemberhentian ketiga….Setelah menuruni jalan lereng Penanjakan, kini jeep kami berjalan di lautan pasir. Lautan pasir yang ada di sini dinamakan Kaldera Tengger. Tempat jatuhnya aliran lava ketika Gunung Bromo meletus. Kami pun mendekat ke bekas aliran lava yang mengering.

Bekas sungai lava Bromo
Gunung Penanjakan di sana ketika kita menatap arah selatan
Berdiri di Kaldera Tengger
Pemberhentian keempat….Menuju puncak Gunung Bromo ( 2.329 mdpl), melihat lebih dekat kawah gunung yang masih aktif ini. Setelah memberikan masker dan sebotol air mineral kepada setiap orang, si mas guide menunjukkan kami arah berjalan menuju puncak Bromo. “Lurus saja melewati lautan pasir menuju kaki gunung Bromo di sana” katanya. Si mas guide menunggu di parkiran, kami pun berjalan.

Berjalan kaki di lautan pasir menuju Gunung Bromo
Ketika kita kembali menatap ke belakang
Terus berjalan mendekati kaki Bromo
Menanjak di guratan lereng Gunung Bromo
Kemudian menanjak  250 anak tangga menuju puncak Gunung Bromo
Puncak Gunung Bromo
Sebagian wisatawan ada yang memilih menaiki kuda. Kami sepakat memilih jalan kaki. Mengingat 4 teman trip saya adalah traveler asing, saya tak boleh kalah semangat. Terus berjalan di atas lautan pasir berdebu, jalan mengikuti bekas aliran lava mendaki dari kaki Bromo. Perjuangan belum usai, kita perlu tenaga ekstra untuk menggapai ujung dua ratusan anak tangga menuju puncak Bromo. 

Di puncak Gunung Bromo, dari dalam kawah di bawah terdengar suara gemuruh, bau belerang juga sangat pekat. Sempitnya pelataran bibir Gunung Bromo, jujur membuat saya tak betah berlama-lama di sini. Cukuplah sejenak saja menginjakkan kaki di puncak Bromo kemudian saya dan Joanne memutuskan turun. Yang lain masih sibuk mengambil potret.

Menatap ke kawah Gunung Bromo
Pemberhentian kelima…Melewati yang namanya Pasir Berbisik, kami tak berhenti. Kemudian barulah kami berhenti lagi di Padang Savana. Yang tadinya tandus kini berubah menjadi padang rumput hijau kuning dimana-mana. Panoramanya mirip Bukit Teletubbies. Inilah pemberhentian terakhir kami. Pukul 10.30 jeep kami pun bergerak meninggalkan Bromo, kembali ke Kota Malang.

Padang Savana, Bromo

Perjalanan pulang ke Malang barulah saya tahu bahwa jalur kami lalui dini hari tadi merupakan jalur menanjak curam, tikungan tajam, curam dengan kiri-kanan menganga jurang yang dalam. Ngeri melihatnya. Untunglah tadi pas ke sini kami pada timur dan gelap pula.

Demikianlah cerita saya mewujudkan wishlist trip, jalan-jalan tak terlupakan di Gunung Bromo. Melihat betapa indahnya Gunung Bromo, ciptaan Allah Ta'ala.


No comments:

Post a Comment