Sebagai pejalan yang menyukai panorama pegunungan, bahagia luar biasa tentunya
ketika keinginan untuk memandang Gunung Bromo secara langsung akhirnya terwujud. Salah satu gunung merapi paling fenomenal dan terkenal dari negara kita. Keindahan panorama alamnya tak perlu diragukan lagi. Potretnya sering menjadi cover utama promosi wisata Indonesia.

Perjalanan dari Malang dimulai pukul
02.00 dini hari. Empat orang peserta termasuk saya dijemput dari MADOR. Transportasi yang
digunakan yakni sebuah mobil off road (Hardtop Jeep). Kami duduk di kursi bagian
belakang supir. Dua orang
peserta lain dijemput dari penginapan yang berbeda duduk di samping supir. Jadi
dalam trip ada kami ada berenam beserta 1 orang si mas supir sekaligus guide
kami.
Informasinya rute dari Kota Malang ke Gunung Bromo adalah
Malang-Tumpang-Gubugklakah-Ngadas-Jemplang-Gunung Bromo, jaraknya
sekitar 53 kilometer. Dalam
kondisi masih gelap di luar sana dan mata pun masih mengantuk, tentu saja saya tak
akan bisa tahu tepatnya nama jalan atau daerah yang kami lewati. Kata si mas guide lebih baik kami
tidur saja karena butuh waktu yang lama, sekitar 2 jam untuk sampai di Bromo.
…..
Saya terbangun ketika jeep yang
kami tumpangin ini mulai berasa naik turun dan berkelok seketika. Tebakan saya,
kini kami sudah berada di kawasan Taman Nasional Gunung Bromo. Di luar kaca
jendela, hari masih gelap. Namun cahaya di depan sana, membuat saya bisa melihat samar-samar, mobil-mobil jeep
warna-warni berjalan beriringan.
Pemberhentian pertama….Namanya Gunung Penanjakan (2.700
mdpl). Di sinilah view point, lokasi pandang para wisatawan untuk menyaksikan momen sunrise Gunung Bromo. Yang selama ini kita kenal dengan nama Penanjakan 1. Jeep diparkir,
kami pun berjalan menuju view point.
Lebih dulu melewati barisan warung penjual makanan/minuman. Nah….sebelum
melihat sunrise, kami diajak oleh si mas guide
untuk minum teh dan menyantap cemilan terlebih dahulu. Tak perlu bayar lagi,
karena ini sudah termasuk biaya tur yang kami bayarkan. Oh iya kak, ke sini ketika
masuk waktu shalat subuh sudah tiba. Tak perlu khawatir, ada musholla.
Jika merasa
pakaian yang kita pakai tak begitu ampuh mengusir dinginnya temperatur udara di
Bromo, ada masyarakat lokal yang menyewakan jaket dan ada pula pedagang yang
menjual perlengkapan penahan udara dingin (sarung tangan & shawl dan
kupluk).
Hari memang masih gelap namun pengunjung yang berdatangan ke sini sangat
lah ramai. Orang-orang memadati pelataran view
point. Saya pun baru tahu jika tempat memandang sunrise Gunung Bromo yang
terkenal itu ternyata adalah sebuah pelataran terbuka yang dibangun permanen. Barisan tempat duduk
batu bertingkat yang ada telah ditempati penuh oleh pengunjung. Ketenaran Gunung Bromo memang
tak terbantahkan. Sementara bang Freandy sibuk menyiapkan posisi kamera dslr nya. Saya,
Joanne & Lea sudah menduduki posisi di view
point. Siap-siap menangkap momen perubahan warna di langit Bromo!
Rasanya tak perlu kamera bagus untuk menangkap panorama di Bromo. Ketika mentari mulai menerangi langit Bromo, panorama yang terpampang di depan mata sungguh tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. MashaAllah....
Saya dan Lea menjejaki sudut pandang lain dari pelataran Penanjakan ini. Kami pun menuruni lereng ke tempat memandang bawah sana yang lebih sepi pengunjung. Harap hati-hati melangkahkan kaki!
Rasanya tak perlu kamera bagus untuk menangkap panorama di Bromo. Ketika mentari mulai menerangi langit Bromo, panorama yang terpampang di depan mata sungguh tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. MashaAllah....
Saya dan Lea menjejaki sudut pandang lain dari pelataran Penanjakan ini. Kami pun menuruni lereng ke tempat memandang bawah sana yang lebih sepi pengunjung. Harap hati-hati melangkahkan kaki!
Melihat Bromo dari lereng Gunung Penanjakan |
Gunung Batok, Gunung Bromo & Gunung Semeru |
Menemukan bunga edelweis di Penanjakan, Bromo |
Pemberhentian kedua…. Pukul
07.00 pagi kami lanjut ke lokasi pemberhentian selanjutnya. Kali ini jeep menepi di kiri jalan aspal lereng Gunung
Penanjakan. Kami diajak naik ke tanggulan bukit jalan. Ternyata pemandangan di
sini tak kalah menakjubkan. Gunung Batok, Gunung Bromo, Gunung Semeru terasa dekat di sana.
Tak ada cerita bosan untuk memandang panorama di sini. Dan tak bosan berfoto tentunya :).
Tak ada cerita bosan untuk memandang panorama di sini. Dan tak bosan berfoto tentunya :).
Berlatar Gunung Batok
(2.440 mdpl) dan Kaldera Tengger. Di belakang Gunung
Batok terlihat semburan asap belerang dari kawah Gunung Bromo
|
![]() |
Teman trip #BromoSunrise09September2016. Bersama bang Freandy (traveler Bali), Joanne (traveler Singapore), Lea (traveler Prancis), yang dua lagi lupa namanya :( |
Pemberhentian ketiga….Setelah menuruni jalan lereng Penanjakan,
kini jeep kami berjalan di lautan
pasir. Lautan pasir yang ada di sini dinamakan Kaldera Tengger. Tempat jatuhnya aliran lava
ketika Gunung Bromo meletus. Kami pun mendekat ke bekas aliran lava yang mengering.
Bekas sungai lava Bromo |
Gunung Penanjakan di sana ketika kita menatap arah selatan |
Berdiri di Kaldera Tengger
|
Pemberhentian keempat….Menuju puncak Gunung Bromo ( 2.329 mdpl), melihat lebih dekat
kawah gunung yang masih aktif ini. Setelah memberikan masker dan sebotol air
mineral kepada setiap orang, si mas guide
menunjukkan kami arah berjalan menuju puncak Bromo. “Lurus saja melewati lautan
pasir menuju kaki gunung Bromo di sana” katanya. Si mas guide menunggu di parkiran, kami pun berjalan.
Berjalan kaki di lautan pasir menuju Gunung Bromo |
Ketika kita kembali menatap ke belakang |
Terus berjalan mendekati kaki Bromo |
Menanjak di guratan lereng Gunung Bromo |
Kemudian menanjak 250 anak tangga menuju puncak Gunung Bromo |
Puncak Gunung Bromo |
Sebagian wisatawan ada yang memilih menaiki kuda. Kami sepakat memilih
jalan kaki. Mengingat 4 teman trip
saya adalah traveler asing, saya tak boleh kalah semangat. Terus berjalan di atas lautan pasir berdebu, jalan mengikuti bekas aliran lava mendaki dari kaki
Bromo. Perjuangan belum usai, kita perlu tenaga ekstra untuk menggapai ujung dua
ratusan anak tangga menuju puncak Bromo.
Di puncak Gunung Bromo, dari dalam
kawah di bawah terdengar suara gemuruh, bau belerang juga sangat pekat.
Sempitnya pelataran bibir Gunung Bromo, jujur membuat saya tak betah
berlama-lama di sini. Cukuplah sejenak saja menginjakkan kaki di puncak Bromo
kemudian saya dan Joanne memutuskan turun. Yang lain masih sibuk mengambil potret.
Menatap ke kawah Gunung Bromo |
Pemberhentian kelima…Melewati yang
namanya Pasir Berbisik, kami tak berhenti. Kemudian barulah kami berhenti lagi
di Padang Savana. Yang tadinya tandus kini berubah menjadi padang rumput hijau kuning dimana-mana. Panoramanya mirip Bukit Teletubbies. Inilah pemberhentian terakhir kami. Pukul 10.30 jeep kami pun bergerak
meninggalkan Bromo, kembali ke Kota Malang.
Demikianlah cerita saya mewujudkan
wishlist trip, jalan-jalan tak
terlupakan di Gunung Bromo. Melihat betapa indahnya Gunung Bromo, ciptaan Allah
Ta'ala.
Padang Savana, Bromo |
Perjalanan pulang ke Malang
barulah saya tahu bahwa jalur kami lalui dini hari tadi merupakan jalur menanjak
curam, tikungan tajam, curam dengan kiri-kanan menganga jurang yang dalam. Ngeri
melihatnya. Untunglah tadi pas ke sini kami pada timur dan gelap pula.
Selanjutnya....Bertandang ke Museum Bentoel Prima, Malang
No comments:
Post a Comment