Thursday 15 December 2016

Jelajah Wisata Ikonik Kota Malang dengan Berjalan Kaki


Stasiun Malang, 07 September 2016….Setelah perjalanan panjang menghabiskan waktu satu malam di kereta, sampai jua saya di Kota Malang. Tujuan saya selanjutnya adalah MADOR Malang Dorm Hostel. Di sanalah tempat saya menginap selama 2 malam. Seberapa jauh dari Stasiun Malang, hasil kalkulasi pada aplikasi google map menunjukkan jaraknya sekitar 1,3 km. Bukan jarak yang dekat memang namun saya memutuskan untuk jalan kaki saja. Toh biar saya hafal jalan.

Namun sebelum itu, saya melipir dulu ke sebuah warung makan yang berada di luar gedung stasiun. Menuntaskan rasa lapar dulu. Setelah itu baru lah saya mempunyai energi untuk melanjutkan jalan kaki. Sedang berada di Provinsi Jawa Timur, salah kuliner yang menjadi favorit saya adalah nasi rawon. Inilah menu sarapan saya, harganya 26.000 IDR seporsi. Harga di stasiun kereta kak :).

Menerjang panasnya Kota Malang pada pagi menjelang siang, saya menyusuri jalan arah selatan stasiun yakni Jl. Trunojoyo. Kemudian belok kanan ke Jl. Gatot Subroto, melewati  jembatan. Terus berjalan menyusup di antara barisan ruko, Jl. R.E. Martadinata. Melewati Kelenteng Eng An Kiong di seberang kiri jalan. MADOR 48 meter lagi. Pintu masuknya di sebelah kanan jalan. Tak sulit menemukannya.

Dari Stasiun Malang ke MADOR Malang Dorm Hostel

Meskipun dari awal saya tahu bahwa ketika sampai di sini memang belum waktunya check in, tak mengapa, yang penting saya bisa menitip ransel. Saya ingin segera memulai jelajah kawasan wisata ikonik Kota Malang dengan berjalan kaki. Mengapa jalan kaki? Karena wisata ikonik Kota Malang hampir semuanya berada tak jauh dari sini. Itulah mengapa saya memilih menginap di MADORSaya memesannya melalui aplikasi booking.com, beberapa hari sebelum keberangkatan ke Malang. Menginap di tipe bed female dormitory room per malamnya hanya 75.000 IDR. Penginapan murah meriah di Malang yang recomended nih kak.

Dari hasil mengobrol dengan si mbak pengelola MADOR, dia menyarankan saya untuk jalan-jalan dulu ke Kampung Warna-Warni Jodipan. “Tak jauh kok dari sini mbak!” begitu katanya. Yaa, ketika berjalan tadi, saya memang melihat bangunan kampung warna-warni. Letaknya di sebelah kiri bawah jembatan Kali Brantas. Sangat menarik hati! Rupanya itulah yang namanya Kampung Warna-Warni Jodipan.

Tak perlu train lag lama-lama, begitu selesai numpang bersih-bersih diri, saya langsung langkah maju ke Jodipan. Dari Mador berjalan kaki hanya 10 menit saja (650 meter). Penandanya ada gapura, pintu masuk ke kawasan wisata Kampung Warna-Warni Jodipan.

Kampung Warna-Warni Jodipan. Foto diambil dari jembatan Kali Brantas

Kampung Warna-Warni Jodipan....Cerita dari bibir ke bibir menyebutkan bahwa pemandangan perkampungan ini terinspirasi dari Favela di Rio de Janeiro Brazil. Juga menyerupai dengan Izamal di Meksiko, Nyhavn di Denmark, St John di Kanada, Cinque Terre di Itali bahkan Santorini di Yunani. Saya penasaran! Dari awal berangkat, Kampung Warna-Warni Jodipan memang saya incar untuk dikunjungi. Inilah destinasi wisata ikonik baru Kota Malang. Pertama kali dibuka jadi objek wisata publik sebulan lebih yang lalu.

Tiket masuk ke Kampung Warna-Warna ini sangat murah, hanya 2.000 IDR saja. Saya pun berkeliling menyusuri gang-gang sempit di dalam kampung. Turun tangga menuju pelataran lebih dekat dengan bantaran Kali Brantas. Terlihat bersih memang. Ini pertama kalinya saya melihat sungai bersih padahal di tepian kiri-kanannya sangat padat rumah penduduk. Panorama latar warni-warni bangunan rumah, sungai dan jembatan rel kereta api di atas sana memang sangat ikonik untuk dijadikan objek foto. Berbagi lukisan mural menghiasi dinding rumah pun tak kalah unik dilihat. Sementara warga di sini tetap beraktivitas seperti biasa, para pengunjung asyik berfoto. Bahkan ada wisatan asing yang tak kalah sibuknya memotret sudut-sudut kampung ini.

Dengar cerita dari salah seorang warga, perkampungan ini dulunya kumuh lalu bangunan-bangunan di sini dicat berwarna-warni. Digagas oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dalam rangka menyelesaikan tugas kuliah. Realisasi pengerjaannya, disponsori oleh progam CSR sebuah perusahaan cat. Ide brilian! Sekarang perkampungan ini telah berubah menjadi sebuah perkampungan yang bernilai wisata. Tentunya jadi ladang rezeki baru bagi warga. Hal ini terlihat dengan beberapa warga  berjualan minuman & makanan serta asesoris khas sini di depan rumah.

Konsep perkampungan pinggir kali seperti ini memang patut dicontoh di kota lainnya. Perkampungan yang awalnya semraut bisa disulap jadi kawasan yang menjadi lebih rapi, indah dan enak dipandang mata. Dan untuk menjaga itu semua, sadar kebersihan lingkungan itu penting. Stop perilaku buang sampah di sungai.

Potret di Kampung Warni-Warni Jodipan
Puas melihat-lihat Kampung Warna-Warni Jodipan, saya kembali ke MADOR. Lepas tengah hari, waktu check in sudah tiba. Saya bisa bersih-bersih lagi, menghilangkan hawa gerbong kereta api yang masih nempel di tubuh. Kemudian shalat. Lalu beristirahat sejenak paling tidak satu setengah jam.

.............................
Sore hari saya bergerak lagi keluar penginapan. Berbekal google map, berjalan kaki menuju Alun-Alun Malang, Masjid Agung Jami' Malang, Alun-Alun Tugu Malang dan Taman Trunojoyo. Setelah, Kampung Warna-Warni Jodipan, inilah wisata ikonik Kota Malang yang menjadi daftar jelajah saya pada hari pertama di kota Paris Van Oost-Java.

Alun-Alun Malang
Alun-Alun Malang....Untuk mencapai kawasan ini hanya berjalan sejauh 1 km dari tempat saya menginap. Keluar dari MADOR, berjalan ke utara di Jl. R.E. Martadinata. Seteleh melewati Kelenteng Eng An Kiong, sampai di 4 persimpangan jalan ambil jalan yang belok kiri. Namanya Jalan Pasar Besar. Menyusup diantara keramaian di depan gedung Pasar Besar Kota Malang. Terus berjalan lurus. Hingga ketemu lagi 4 persimpangan jalan. Ambil jalan yang belok kanan (Jl. S.W Pranoto). Tak jauh, saya pun akhirnya sampai di sebuah pelataran yang dikelilingi pepohonan  rimbun dan asri. Alun-Alun berbentuk persegi yang diapit jalan raya di keempat sisinya. Luasnya sekitar 27.000 m2. Inilah yang namanya Alun-Alun Malang.

Kawasan wisata merakyat di pusat Kota Malang, tempat bersantai gratisan paling hits. Ramai oleh pengunjung. Ada yang datang bersama teman-temannya, keluarga atau bahkan sendiri (seperti saya). Pepohonan membuat suasana jadi sejuk. Di tengah-tengah alun-alun ini, ada pelataran tempat duduk bertingkat yang dibuat bundar mengelilingi kolam air mancur. Di sinilah saya duduk sembari menikmati suasana. Sejuknya….Tempat yang cocok buat menghayal cari inspirasi di kala sore. Sambil memperhatikan kelakuan pengunjung di sekitar.

Plang nama bertuliskan Alun-Alun Malang berada di utara. Nah, ini lah spot berfoto favorit. Sebagai tanda kita sudah pernah berkunjung ke sini.

Di bagian utara timur, merupakan kawasan pusat perbelanjaan seperti seperti Ramayana, Sarinah, Gajah Mada Plaza, Malang Plaza, dll. Di bagian barat Alun-Alun Malang (Jl. Merdeka Barat) berdiri megah 2 rumah ibadah yang saling berdampingan yakni Masjid Agung Jami’ dan Gereja GPIB Immanuel Malang.

Potret di Alun-Alun Malang

Nah, bagi traveler muslim ketika berada di alun-alun, harus ya kak mampir shalat di mesjid kebanggaan warga Malang ini.

Kota Malang  memiliki 2 alun-alun yakni Alun-Alun Malang & Alun-Alun Tugu. Bedanya Alun-Alun Malang berupa taman/pelataran persegi sedangkan Alun-Alun Tugu pelataran melingkar melingkar sehingga alun-alun ini biasa disebut Alun-Alun Bundar.

Gedung Balaikota Malang dilihat dari Alun-Alun Tugu Malang
Alun-Alun Tugu Malang….Untuk menjangkau Alun-Alun Tugu, bisa dengan berjalan kaki. Dari jalan bagian utara Alun-Alun Malang menuju Jalan Simpang Mojopahit. Terus jalan kaki, melewati jembatan Kali Berantas setelah itu melewati trotoar di kanan jalan. Pepohonan tinggi melindungi jalur pejalan kaki di sini dari sinar matahari sore. Sekitar 700 meter kemudian, sampailah saya di Alun-Alun Tugu. Lokasinya tepat di seberang jalan gedung Balaikota Malang .

Ciri khas Alun-Alun Tugu Malang yakni di bagian tengah alun-alun terdapat sebuah tugu bersejarah yang dikelilingi oleh kolam teratai. Inilah potret ikonik yang sering muncul dalam situs atau cover booklet pariwisata Kota Malang. Fasilitas alun-alun berupa adanya beberapa kursi menghadap ke arah tugu. Lampu berbentuk bunga buatan, tanaman bunga dan rumput yang terawat dengan baik, ada tempat sampah dan ada wi-fi gratis. Ketika sore, memang cocok untuk dijadikan tempat bersantai.

Dari Alun-Alun Tugu, lanjut lagi mengikuti jalan sebelah timur yakni Jalan Kertanagara. Yang ternyata mengantarkan kita ke Stasiun Malang. Sangat dekat, hanya sekitar 200 meter saja. Nah tepat di seberang stasiun, sejajar Jalan Trunojoyo. Terdapat sebuah taman namnya Taman Trunojo. Taman inilah yang menjadi destinasi penutup perjalanan saya berjalan kaki jelajah wisata ikonik  Kota Malang. Ingin berwisata kuliner sepuasnya bertandang lah ke Taman Trunojoyo bagian selatan. Di sini ada banyak sekali lapak-lapak penjual kuliner khas Malang. Sejak sore hingga malam, suasananya semakin semarak.

Potret di Alun-Alun Tugu Malang

No comments:

Post a Comment