
Tiba-tiba saya kembali terkenang
ke 2009 tepatnya sewaktu semester enam di bangku kuliah. Hyaa..ketahuan sudah angkatan tua' ya kak? :). Ceritanya...saya
bukanlah anak organisasi pecinta alam di kampus. Belum pernah mendaki gunung, trekking atau
apalah nama kegiatan ekstrim sejenisnya. Cerita lain bermula ketika saya
mengikuti kegiatan pendakian bersama Gunung Dempo yang diadakan oleh
teman-teman mapala Cikara Bhuana Teknik Pertambangan Unsri.
Mungkin akibat rasa bosan dengan
rutinitas kampus ala mahasiswa tingkat akhir. Jadi ingin rasanya break atau
sekedar liburan singkat. Entah terinspirasi darimana, yang ada di dalam
pikiran waktu itu saya harus ikut kegiatan ini (titik). Kegiatan liburan santai
berubah versi menjadi pendakian gunung. Kapan lagi coba mendaki gunung
untuk pertama kali bersama teman-teman yang memang sudah ahlinya di bidang ini.
24 April 2009 :
Keberangkatan dari sekret CB, Kampus Unsri Indralaya (meeting point)
Karena kegiatan ini adalah agenda
resmi mapala Cikara Bhuana (CB) tentulah ada opening seremonial dari panitia
pelaksana. Peserta terdiri dari 20 orang dari berbagai jurusan (rata-rata sih anak teknik) yang kesemuanya adalah pendaki pemula atau bahkan pendaki perdana
seperti saya. Sebelum keberangkatan panitia memberikan briefing. Memastikan
kelengkapan peralatan pendakian, logistik yang dibutuhkan dan terutama
memastikan bahwa kondisi pendaki dalam keadaan sehat walafiat.
Courtesy of Cikara Bhuana, 2009
Jam 3 sore memulai perjalanan darat dengan
bus selama kurang lebih 7 jam dari Indralaya menuju Pagaralam.
Udara dingin menusuk tulang
adalah sambutan khas daerah pegunungan begitu tiba di Pagaralam. Adalah rumah
ayah Anton yang memang sudah terkenal di kalangan pendaki Dempo menjadi tempat
basecamp pendakian. Rumah kayu kecil di halaman belakang rumah ayah Anton ini
memang sengaja diperuntukkan untuk para pendaki bermalam di sini.
25 April 2009 : Dari
kawasan Pabrik Teh PTPN III (rumah ayah Anton) naik truk perkebunan menuju Tugu
Rimau (titik awal pendakian Gunung Dempo)
Pagi hari kami diajak
berjalan kaki melalui jalanan setapak berbatu, kemudian menyusuri hamparan
perkebunan teh, naik turun jalan licin di dalam hutan. Hingga akhirnya kami
berhenti di sebuah air terjun atau curup (bahasa setempat). Yaaa, agenda pagi
hingga menjelang siang yaitu kegiatan santai di curup (saya lupa apa namanya).
Ada yang menyeburkan diri ke air, sekedar duduk, bercerita, tertawa, dan
tentunya berfoto ria.
Menjelang siang kita
kembali ke basecamp (rumah ayah Anton). Inilah kemudahan ikut kegiatan pendakian yang notabene
nya sudah ada yang mengorganisir. Tinggal
mengikuti intruksi dari panitia.
Peserta kembali diingatkan untuk membawa keperluan pribadi seperlunya dan
semampunya saja agar tidak
merepotkan saat pendakian. Sebagai pendaki pemula, tentu saja di antara kami
banyak yang salah style terutama sepatu/alas kaki yang dipakai. Terpaksa saya meninggalkan sepatu kets
hitam putih kesayangan saya di basecamp. Karena memang tidak cocok dipakai di
medan terjal dan licin. Baeklah, atas saran ayah Anton lebih baik kami
menggantinya dengan sepatu hitam (apa ya namanya ?) karet dengan tapak
bergerigi . Sepatu ini biasanya dipakai para pemetik teh di pagaralam. Meskipun
harganya hanya 10 ribu saja, tetapi sangat nyaman dipakai dan tentunya tangguh
di medan berat. Jadilah saya yang diantar ayah Anton membeli beberapa pasang
sepatu legendaris ini ke pasar terdekat di kota Pagaralam.
Sore hari truk terbuka membawa kami dari Kampung I menuju Tugu Rimau. Jalanan
cukup mulus, semakin lama semakin naik dan berkelok-kelok menyusuri hamparan
hijau teh. Kota Pagaralam semakin terlihat kecil sedangkan Gunung Dempo semakin
terlihat kokoh berdiri. Sejauh mata memandang yang terlihat adalah lukisan alam
serba hijau nan indah. MashaAllah!!..Kami yang
berdiri berimpit-impitan di bak truk sesekali berteriak ketika momen truk
sedang melaju dengan kecepatan tinggi berbelok di setiap tikungan jalan yang
berkelok-kelok .

Selfie di atas truk versi 2009 (Courtesy of Cikara Bhuana)


Pagaralam, Sumatera Selatan
Gunung Dempo
Tugu Rimau
(1.820 mdpl) : Titik awal pendakian Gunung Dempo
Di sini kami menginap
satu malam sebelum melakukan pendakian
keesokan paginya. Tersedia kamar mandi umum dan sebuah musolla. Baik itu
panitia dan peserta berbagi tugas mendirikan tenda dan yang lain bertugas
menyiapkan makan malam. Ohh iaa, sebelumnya kami dibagi menjadi kelompok-kelompok
kecil, terdiri 3 orang peserta dengan penanggung jawab 1 orang dari
panitia .
Sekedar info...Tips cara cepat menyesuaikan diri dengan udara dingin pegunungan. Entahlah apakah ini benar apa tidak. Anda harus mengguyur air sedingin es itu ke seluruh tubuh (baca : mandi) untuk menyesuaikan diri. Berani mencoba kak?.
26 April 2009 :
Melalui jalur pendakian dari Tugu Rimau menuju puncak Dempo (3.159 mdpl)
Belum juga matahari
muncul dari peraduannya. Semburat langit berwarna jingga begitu indah memayungi
Pagaralam yang masih ditutupi kabut putih di bawah sana. Perlahan cahaya
mentari pagi mulai menyejukkan. Kami pun bersiap-siap untuk melakukan
pendakian.
Sunrise view from here "Tugu Rimau"
Semakin indah di kala sang surya menyinari tanah negri Besemah
Sesaat sebelum memulai pendakian (Courtesy of Cikara Bhuana)
Bismillah...
Tak pernah
terbayangkan sebelumnya, jalur pendakian yang dilewati sangatlah ekstrim. Dari
awal pendakian, kami sudah harus membiasakan diri dengan kondisi medan menanjak
dan licin. Seingat saya hanya ada 2 shelter (perhentian) sebelum mencapai Puncak
Dempo. Jarak dari shelter satu ke yang lain lumayan jauh pula. Semakin
mendekati puncak, medan yang dihadapi semakin ekstrim. Beberapa
tanjakan terjal hampir memiliki kemiringan 90 derajat hanya bisa dilewati
dengan fasilitas tali tambang. Tidak hanya mendaki tetapi juga memaksa kami
untuk merayap, merosot, melompat bahkan bergelantungan di seutas tali.
Beruntung panitia begitu cekatan, selalu memberi info apabila ada kondisi
bahaya di depan kami. Diperlukan kerjasama tolong menolong antara pendaki satu
dengan yang lain untuk melalui tanjakan terjal ini. (fiuhhh,,sambil
menulis cerita ini kembali saya teringat betapa menguras tenaga waktu
itu).
Narsis nya tetap ya' :))
Pemandangan di awal
pendakian melalui hutan dengan vegetasi heterogen dimana sering terdapat
akar-akar melintang berubah menjadi vegetasi tumbuhan berpohon rendah dan
semakin rendah mirip perdu, beberapa daerah agak terbuka, pandangan pun
menjadi luas. Inilah tanda-tanda Puncak Dempo semakin dekat.
Setelah 7 jam
bergelut dengan medan tanjakan tanpa henti, akhirnya kesampain juga berada di Top Dempo. Senangnya tiada
terkira :)).
Alhamdulillah ...Top Dempo, here I was.
Sebelum hari
benar-benar gelap, buru-buru kami melanjutkan berjalan kaki melewati berbatuan
tajam menuruni Puncak Dempo menuju Pelataran. Pelataran adalah lembah di antara 2
puncak Gunung Dempo yaitu puncak utama (Top Dempo) dan Puncak Merapi. Di lembah
ini kami mendirikan tenda untuk bermalam. Kemudian menikmati suasana sunrise di
puncak satunya lagi keesokan harinya.
Hayoo,,siapa yang
bisa tidur nyenyak di tenda dengan suhu rendah hampir nol derajat. Semakin dini
hari suhu dingin semakin menggila. Apalagi pendaki perdana seperti saya yang
pertama kali merasakan dinginnya udara bercampur semilir angin malam yang
menusuk tajam hingga ke tulang. Teman-teman CB tentunya sudah terbisa sehingga
mereka begitu menikmati suasana begini bahkan di luar tenda. Kemudian saya
beranjak ke delam tenda Kak Nina dan Bang Bondan. Kak Nina sama seperti saya
pertama kali mendaki gunung. Jadilah kami berusaha menghangatkan diri dengan
bercerita dari topik satu topik lain dan tertawa haha hihi sepanjang malam.
Hingga akhirnya tanpa sadar kami pun tertidur.
27 April 2009 :
Puncak Merapi
Belumlah pagi, kami
harus bergerak mengumpulkan sisa-sisa tenaga menuju Puncak Merapi. Puncak
Merapi terletak tidak jauh dari pelataran. Mendaki lereng yang kemiringannya
tidaklah seekstrim ketika kami mencapai Puncak Dempo kemarin. Kali ini saya mencoba mendaki pakai sendal jepit. Menempuh medan
berbatu kerikil. Kurang lebih 25 menit untuk mencapai Puncak Merapi.
Puncak Merapi memiliki kawah dengan diameter sekitar seratus meter persegi. Terlihat jelas guratan perlapisan batuan mengelilingi kawah. Warna kawah pun berubah-ubah sesuai tingkat aktivitas magma di dalamnya.
Hamparan pemandangan serba biru dan hijau berdampingan dengan gumpalan awan putih. MashaAllah...
Meskipun hanya sesaat melihat keindahan pemandangan di sini. Masih teringat jelas oleh saya hingga sekarang.
Kelihatan dekat di seberang
Puncak Merapi, hamparan daratan provinsi Bengkulu. Lembah di bawah sana terasa
hening, hanya terdengar hembus angin.
Jam 10 pagi kembali ke pelataran.
Mengemasi kembali perlengkapan pendakian. Meninggalkan puncak Gunung Dempo.
Turun gunung kami melalui jalur yang berbeda dari jalur naik. Mendaki maupun
menurun sama-sama saja beratnya. Toh lereng curam dan licin tetap saja ditemui.
Harus ekstra hati-hati dan konsentrasi meskipun tenaga yang tersisa sudah tidak
mampu. Sampai juga di Pintu Rimba setelah menuruni lereng selama kurang lebih
4.5 jam. Meskipun hanya sedikit energi yang tersisa tetap aja masih ada stok
untuk bernarsis ria di Pintu Rimba. Rasa capek ternyata belum berkesudahan.
Kami harus berjalan kaki lagi menyusuri perkebunan teh selama kurang lebih 1
jam menuju Kampung IV. Tempat dimana menunggu truk yang akan mengantar kami
kembali ke basecamp. Dan akhirnya, bus Melati Indah membawa kami kembali ke
Indralaya di malam harinya.
Bye Gunung Dempo. Sampai bertemu di lain kesempatan.
Wajah tetap ceria di depan kamera meskipun energi hampir ludes :)
Ohhh iyaa,, saya
mendapat bonus tak terlupakan lain dari Dempo. Pasca pendakian, saya mengalami
keram kaki hingga terlihat bengkak dan berwarna kebiru-biruan. Efeknya, saya
berjalan terpincang-pincang ke kampus selama 5 hari.
Sungguh pengalaman perdana mendaki gunung yang tak terlupakan, bahkan hingga kini
setelah 4.5 tahun kemudian.
Tidak semua pendaki
memiliki ketahanan fisik yang sama. Karena kebersamaan, saling tolong menolong,
mengingatkan kemungkinan bahaya, dan semangat jualah kami bisa melalui segala
rintangan. Butuh perjuangan!! Dan Alhamdulillah, pendakian tersebut membuat kami mendapat
hadiah kenangan yang sangat manis yaitu berada di puncak gunung
tertinggi di Sumatera Selatan.
Terimakasih panitia pendakian bersama Cikara Bhuana (2009)...
#Mencoba merangkai
kembali cerita melalui memori folder photo "Dempo Fun Hiking" yang telah lama
tersimpan.
Lagub, (H-2 field
break schedule)
No comments:
Post a Comment