Tadinya
saya berencana menaiki bus tengah malam yang akan membawa saya menuju Kamboja.
Namun pada malam terakhir saya di Ho Chi Minh, chi Linh mengajak saya dinner sekaligus hangout bersama
temannya. Jadi, saya memutuskan untuk berangkat dari Ho Chi Minh ke Phnom Penh
menggunakan bus jam 09.30 pagi keesokan harinya. Saya memesan langsung tiket bus
Kumho Samco (Saigon - Phnom Penh) melalui VietSea Tourist seharga 11
USD atau sekitar 230.000 VND.
![]() |
Jadwal Keberangkatan & Harga Tiket Bus dari Saigon (Ho Chi Minh City) ke Phnom Penh (source : VietSea Tourist) |

Comfortable Air Conditioner
Kumho Samco Bus
Saigon, 28 Agustus 2013
Bus
berangkat dari Pham Ngu Lao
Street sesuai waktu yang dijadwalkan. Tanpa harus menunggu kursi-kursi terisi
penuh oleh penumpang. Fasilitas bus Kumho menurut saya sangat nyaman untuk
menempuh 6 jam perjalanan menuju Phnom Penh. Jarak antar kursi lumayan luas. Tersedia toilet di dalam bus. Untuk kenyamanan tempat duduk, backpack besar masukkan saja ke dalam
kompartemen bagasi yang terletak di sisi kiri kanan bus. Sebagai welcoming services, seorang
guide yang ikut serta dalam perjalanan ini, membagikan satu botol
air mineral dan tisu basah gratis kepada penumpang.
![]() |
Ho Chi Minh City – Moc Bai Border Crossing |
Untuk mencapai perbatasan Vietnam – Kamboja memerlukan waktu sekitar 2 jam (68.5 km). Sebelum mencapai daerah
perbatasan, guide Kumho menawarkan jasa untuk mengurus
Cambodia Visa on Arrival bagi penumpang yang memerlukan. Karena WNI bebas visa ke Kamboja, saya tidak perlu membayar 25 USD untuk VoA. Cukup melengkapi data kartu kedatangan Imigrasi
Kamboja yang diberikan guide Kumho.

Arrival Card Immigration Cambodia

Moc Bai Border Crossing
(source : google)
Sampai di Moc Bai Border, kami
dipersilahkan turun dari bus dengan membawa barang berharga saja sedangkan
backpack di dalam bagasi tidak perlu dibawa (penjelasan dari guide Kumho). Menuju gedung Imigrasi Vietnam untuk
pemeriksaan paspor. Tidak perlu mengikuti barisan antrian cap paspor personal karena guide Kumho secara kolektif telah
mengumpulkan seluruh paspor kami.
Tinggal menunggu petugas imigrasi memanggil nama kami satu persatu untuk melewati pemeriksaan paspor.
Keluar dari gedung
Imigrasi Vietnam lanjut berjalan melewati
border sejauh 200 m melintasi Bavet Border, menuju gedung Imigrasi Kamboja. Mengantri untuk menyerahkan kartu kedatangan yang telah diisi tadi
kepada petugas. Kemudian memperoleh cap paspor kedatangan. Alhamdulillah saya
tidak menemukan kesulitan yang berarti untuk mendapatkan
ijin berkunjung ke Kamboja.
Menurut saya poses imigrasi kedua
negara ini tidaklah ribet.
Sayang saya tak banyak mendokumentasikan foto di sini karena peraturan yang melarang mengambil foto terutama pada saat proses pemeriksaan imigrasi.

Tạm biệt (goodbye), Việt Nam!

Suosday (halo), Kampouchea!!
Suasana berbeda begitu terasa ketika memasuki Kamboja yaitu penggunaan
alfabet yang mirip tulisan Thailand. Namun orang di Kamboja lebih familiar
berbahasa Inggris dengan aksen yang jelas dibanding dengan english aksen orang
Vietnam yang kebanyakan sulit saya mengerti. Hal lain yang paling mencolok begitu menginjakkan
kaki di Kamboja adalah keberadaan gedung-gedung kasino mewah di pintu gerbang perbatasan dengan
Vietnam.
Sebelum melanjutkan perjalanan menuju Phnom Penh. Bus berhenti di sebuah
rumah makan karena waktu lunch telah tiba. Rupanya transaksi
pembayaran di Kamboja lebih umum menggunakan Dollar Amerika (USD) dibanding
mata uang Kamboja sendiri “Riel” (KHR). Kembalian transaksi yang nilainya
kurang dari 1 USD dibayar dengan Riel. By the way, meskipun nilai mata
riel sangat tidak stabil terhadap dollar, ternyata nilai riel lebih tinggi
dibanding dengan rupiah (1 KHR = 2.494,- IDR, kurs 31 Juli 2013).

Menu makan siang
pertama saya di Kamboja . Dengan sepiring nasih putih, ikan kembung bakar dan irisan mangga pedas
sebagai sambel. Gambar paling kanan adalah Intip manis buatan
Kamboja, digoreng gurih dan dibalur parutan halus kelapa. Cemilan saya
sepanjang perjalanan menuju Phnom Penh. Murah, enak dan Semoga halal! Bismillah...
Melanjutkan perjalanan menuju ibukota Kamboja. Jalanan cukup mulus mirip
dengan jalan lintas Sumatera dengan pemandangan asri khas perkampungan. Ketika
bus kami harus menaiki feri untuk menyebrang sungai, barulah terlihat bahwa
Kamboja masih tertinggal dibanding negara tetangganya. Tidak ada jembatan yang
menghubungkan jalur lintas daerah ke ibukota negara ini.

Satu-satunya sarana untuk mencapai
Phnom Penh adalah menyebrangi Sungai Mekong dengan menggunakan feri
Gambaran nyata Kamboja sebagai salah satu negara termiskin di dunia pun
semakin tampak. Kapal feri penyebrangan penuh dengan pedagang asongan anak-anak
dengan tampilan kumuh menawarkan dagangannya kepada kami. Kasihan sekali :(
Pemberhentian terakhir bus adalah kantor
agen bus Kumho yang
terletak di bilangan Preah
Sihanouk Boulevard.
Saya memulai cerita menjelajah Phnom
Penh yang dulu pernah dianggap sebagai kota tercantik di
Asia Tenggara “Pearl of Asia” dari tuktuk Bong Toni ini :)
No comments:
Post a Comment