From The Minibus Window, Tawau - Semporna 17 Juli 2016 |
Semporna merupakan sebuah kota
kecil yang terletak di pesisir timur negara bagian Sabah, Malaysia. Dari Tawau, jaraknya sekitar 107 km. Jika kita menumpang transportasi umum hanya membutuhkan waktu 1.5 jam
saja, pulangnya dari Semporna ke Tawau saya malah mencatat hanya 1 jam saja.
Bayangkan kak, jarak 107 km dengan waktu tempuh 1 jam di jalanan Pulau
Borneo! Membuat saya tersadar betapa pemerintah Malaysia sangat mengedepankan
prinsip pembangunan merata hingga ke daerah terdepan negaranya ini. Bagaimana
sesungguhnya potret jalan nasional Negeri Sabah, Malaysia di sepanjang jalan
dari Tawau ke Semporna ? Berikut ulasannya.
Tak lama setelah bundaran Masjid
Al-Kautar, minibus berAC yang saya tumpangi sesaat mengisi fuel di Petron, sebuah stasiun pengisian bahan bakar umum. SPBU di Tawau ini, pembeli mengisi sendiri (self
services), bayarnya dengan menggunakan sebuah payment card. Minibus mengisi 25 liter, angka harga yang tertera 40 RM. Jika saya konversikan 40 ringgit ke rupiah
(1 RM : 3.378 IDR) lalu saya bagi 25 liter. Jadi harga bensin per liter di
Malaysia adalah sekitar 5.400 IDR. Hmm,, lebih murah dibanding harga bensin
di tanah air. Seingat saya harga bensin
di negara kita yakni 6.450 IDR (Juli,
2016).
Bus kota Tawau |
Jalan Raya
Pan Borneo di Tawau memiliki pembatas jalan yang jelas di antara 2 arus
kendaraan berlawanan. Barisan pepohonan cemara kecil diselipin tanaman bunga tumbuh di pembatas jalan. Lebar
satu sisinya kiri-kira cukup untuk 2 ukuran mobil tipe MPV berjalan beriringan.
Lebih lebar jika saya bandingkan dengan Jalan Lintas Sumatera di kampung
halaman saya. Panoramanya tak jauh-jauh dari perkebunan sawit, pohon kelapa dan
perkebunan karet bergantian menemani perjalanan. Kondisi nya mulus, bagus meskipun
bukan jalan tol. Saya pun menengok ke speedometer,
kecepatan minibus sekitar 100km/jam. Rasanya seperti jalan Korea rasa negara tropis.
Sepeda motor hanya sesekali
terlihat. Kereta proton merajai jalanan. Kalaupun menemukan merk asing, umumnya mobil
Toyota atau Isuzu. Plat nomor kendaraan di Tawau berinisial awal “ST”.
Sekalinya saya menemukan pedagang durian membuka lapaknya di tepian jalan raya, perkebunan sawit ! Saya benar-benar bernostalgia pada kampung halaman ketika melihat pemandangan ini.
Sekalinya saya menemukan pedagang durian membuka lapaknya di tepian jalan raya, perkebunan sawit ! Saya benar-benar bernostalgia pada kampung halaman ketika melihat pemandangan ini.
Semporna 88 km lagi begitulah penanda
beton jalan. Sampai di sini, jarang ditemukan rambu petunjuk kondisi jalan. Paling ada tanda > atau < pada jalan tikungan, di tengah pembatas jalan jumlah rambu
tersebut dibuat 3 buah. Contohnya >>> yang artinya jalan tikungan ke
kiri. Ternyata kecepatan maksimal yang dibolehkan hanya 90km/jam, ada rambunya. Setelah melewati persimpangan
jalan menuju Bandara Tawau, minibus terus melaju membelah perkebunan sawit.
Minibus tiba-tiba mengurangi
kecepatan. Ada rambu bertuliskan "Daerah Melintas". Daerah Melintas yang
dimaksud adalah rumah permukiman penduduk dan barisan ruko perkantoran. Setelahnya,
minibus melewati ruas jalan yang sedang dalam perbaikan. Jalan yang bertanah
lunak dibongkar kemudian ditimbun kembali dengan material keras yakni batuan koral.
Panjang jalan yang sedang diperbaiki ini sekitar 1km. Lalu minibus kembali
menyusuri Jalan Raya Pan Borneo seperti kondisi sebelumnya.
Melintasi Jalan Raya Pan Borneo yang sedang dalam perbaikan |
50 menit perjalanan, minibus memasuki bundaran persimpangan jalan. Sisi kiri menuju Lahat Datu hingga Sendakan. Minibus mengambil jalan kanan mengikuti penanda ke Semporna.
Jalan yang dilalui kini lebih
kecil jika dibanding sebelumnya. Panorama perkebunan sawit terus merajai. Lagi,
saya mengintip speedometer pakcik/bapak
supir! Kecepatannya hampir 120 km/jam. Pantas
berasa sangat laju!! Padahal melalui jalanan bergelombang naik turun. Rambu “Awas” hati-hati bahkan tak
mempengaharui pakcik supir. Membelah jalan perkebunan, beberapa kali saya
melihat papan bertuliskan “Utamakan keselamatan semasa bekerja”. Inilah jargon safety first dalam bahasa
Melayu, Malaysia.
Minibus melintas di jembatan
sebuah sungai kecil. Di sisi kanan, ladang sawit terlihat baru ditanam. Mobil terus
melaju dalam kecepatan tinggi. Rasanya seperti terbang di jalan sepi!. Ada rambu “Awas” dan “Pandu Cermat Jiwa
Selamat” di jalan menikung.
Dari awal perjalanan, saya memang
sengaja untuk tak tidur. Karena ingin menengok rupa Jalan Raya Pan Borneo,
Malaysia disini. Sementara semua penumpang tertidur, saya yang asyik mencatat
apa yang dilihat didengar di sepanjang jalan. Dengan diiringi musik pakcik supir
dari lagu melow Malaysia hingga
India. Dua orang kakak/encik berkerudung yang perawakannya sama dengan saya, mungkin
tak menyadari bahwa saya adalah orang asing dari negara tetangga.
Ladang PJ Nagus |
Pertama kalinya minibus pun berhenti menurunkan penumpang di persimpangan pos penjaga sebuah perkebunan sawit. Nama perkebunan sawit tersebut yakni Ladang PJ Nagus.
Lanjut lagi, minibus melaju
tinggi mendahului kendaraan mobil di depan. Harus saya akui pakcik supir minibus yang
kira-kira seusia orang tua saya ini memiliki keahlian membalap, dua jempol!! Efek penduduk
negara tuan rumah F1 mungkin.
Ada rambu jalan
bertuliskan “Awas Kawasan Kemalangan!”. Saya tak mengerti maksudnya. Ada lagi plang papan bertuliskan “Tanda Amaran Mencuri Didakwa” di tepian jalan perkebunan
sawit yang dilewati.
Semporna 20 km lagi!! Musik yang
diputar berganti jadi lagu hari raya ala Malaysia. Ya, saya kesini
memang masih dalam suasana lebaran Idul Fitri. Minibus kini melewati kawasan
sekolah. Ada rambu bertuliskan “Kawasan Sekolah Pandu dengan Cermat”. Ini saya mengerti! Artinya kita harus
hati-hati mengemudi.
Saya tak merasa sedang berada di luar negeri ketika melihat rumah perkampungan penduduk di
sini. Kebanyakan adalah tipe rumah panggung . Lorong rumah dibuat sebagai
bagasi mobil.
Semporna 5 km lagi!!. Kecepatan
melambat 40km/jam. Gapura selamat datang , menyambut kedatangan saya di Semporna. Minibus
memutar di sebuah bundaran. Mengambil jalan kanan yang bertanda Jalan
Lapangan Terbang. “Kawasan Kemalangan, Kurangkan Laju! Awas Kawasan Kampung,
Pandu dengan Cermat” begitulah tulisan rambu jalan yang saya baca . Lagi melewati
sebuah bundaran. Minibus mengambil jalan kiri. Rupanya sebelah kanan adalah
Bukit Tengkorak. Ahhh,,sebelumnya saya
membaca informasi bahwa bukit ini merupakan situs arkeologi, layak dikunjungi
jika kita ke Semporna. Tetapi ini bukanlah tujuan saya datang ke Semporna.
Di luar kaca jendela minibus,
saya memandang pepohonan kelapa semakin merajai tanah. Bau laut sepertinya semakin dekat!!
Rumah panggung Semporna |
Di sisi kanan, sebuah jalan kecil bernama Jalan Scuba Driver. Hahhh,,tak salah lagi laut sudah dekat!!. Sampailah minibus sebuah perkampungan yang berhadapan dengan laut. Saya mencari-cari tulisan apa nama kampung ini? Namanya Kampung Tampi. Tak ada tanda-tanda ini adalah sebuah terminal. Ini bukan pemberhetian terakhir minibus dari Tawau di Semporna. Rupanya pakcik supir hanya mengantarkan penumpang. Pemberhetian terakhir minibus terletak di bandar Semporna bukan di kampung ini.
Minibus kembali melalui jalan
yang tadi dilewati. Kembali ke simpang jalan kanan plang jalan Lapangan Terbang.
Bandar Semporna 3 km lagi rupanya. Kalau mau berhenti katakan “turun” kepada pakcik supir!.
Fuel station Semporna |
Kini tinggal tinggal 3 orang saja (termasuk saya) menuju pemberhentian terkahir. Entah dimana tepatnya minibus ini berhenti, saya menurut saja. Minibus pun akhirnya berhenti. Memang tak ada penanda bahwa ini adalah terminal bus. Saya bertanya kepada pak supir, dimana tempat menunggu minibas ke Tawau. "Bila nak pulang ke Tawau, balik kat sini" kata pakcik. Penandanya fuel station Petron.
Peta Perjalanan dari Tawau ke Semporna |
Kosakata (bahasa Malaysia ke bahasa Indonesia) ;
kereta = mobil
kedai = pedagang kaki lima
kedai = pedagang kaki lima
No comments:
Post a Comment