Thursday, 1 September 2016

From The Minibus Window, Tawau - Semporna

From The Minibus Window, Tawau - Semporna
17 Juli 2016
Semporna merupakan sebuah kota kecil yang terletak di pesisir timur negara bagian Sabah, Malaysia. Dari Tawau, jaraknya sekitar 107 km. Jika kita menumpang transportasi umum hanya membutuhkan waktu 1.5 jam saja, pulangnya dari Semporna ke Tawau saya malah mencatat hanya 1 jam saja. Bayangkan kak, jarak 107 km dengan waktu tempuh 1 jam di jalanan Pulau Borneo! Membuat saya tersadar betapa pemerintah Malaysia sangat mengedepankan prinsip pembangunan merata hingga ke daerah terdepan negaranya ini. Bagaimana sesungguhnya potret jalan nasional Negeri Sabah, Malaysia di sepanjang jalan dari Tawau ke Semporna ? Berikut ulasannya.

Tak lama setelah bundaran Masjid Al-Kautar, minibus berAC yang saya tumpangi sesaat mengisi fuel di Petron, sebuah stasiun pengisian bahan bakar umum. SPBU di Tawau ini, pembeli mengisi sendiri (self services), bayarnya dengan menggunakan sebuah payment card. Minibus mengisi 25 liter, angka harga yang tertera 40 RM. Jika saya konversikan 40 ringgit ke rupiah (1 RM : 3.378 IDR) lalu saya bagi 25 liter. Jadi harga bensin per liter di Malaysia adalah sekitar 5.400 IDR. Hmm,, lebih murah dibanding harga bensin di tanah air. Seingat saya harga bensin di negara kita yakni 6.450 IDR (Juli, 2016).

Bus kota Tawau
Minibus kembali melanjutkan perjalanan, masih di kawasan kota Tawau. Melaju di atas jalan yang ukurannya lebih besar, arahnya menuju Bandara Tawau. Rupanya jalan ini merupakan bagian dari Jalan Raya Pan Borneo atau Trans Borneo Highway. Apa itu Trans Borneo Highway? Ini adalah jaringan jalan raya nasional Malaysia antar negara bagian Sarawak dan Sabah terhubung hingga ke negara Brunei Darussalam. Di google map kita akan menemukan namanya AH150 (Asian Highway Network number 150). Saya memang baru melihat secuil Jalan Raya Pan Borneo nya Malaysia tetapi membayangkan jalan sebagus ini di Pulau Kalimantan, ahhh,,saya iri. Malaysia sudah punya jalan lintas sebagus ini yang menghubungkan seluruh daerahnya di Pulau Borneo bahkan hingga ke negara tetangga, Brunei. Dan negara kita entah kapan punya Jalan Trans Kalimantan yang menghubungkan Nunukan, Kalimantan Utara hingga Entikong, Kalimantan Barat.

Jalan Raya Pan Borneo di Tawau memiliki pembatas jalan yang jelas di antara 2 arus kendaraan berlawanan. Barisan pepohonan cemara kecil diselipin tanaman bunga tumbuh di pembatas jalan. Lebar satu sisinya kiri-kira cukup untuk 2 ukuran mobil tipe MPV berjalan beriringan. Lebih lebar jika saya bandingkan dengan Jalan Lintas Sumatera di kampung halaman saya. Panoramanya tak jauh-jauh dari perkebunan sawit, pohon kelapa dan perkebunan karet bergantian menemani perjalanan. Kondisi nya mulus, bagus meskipun bukan jalan tol. Saya pun menengok ke speedometer, kecepatan minibus sekitar 100km/jam. Rasanya seperti jalan Korea rasa negara tropis.

Sepeda motor hanya sesekali terlihat. Kereta proton merajai jalanan. Kalaupun menemukan merk asing, umumnya mobil Toyota atau Isuzu. Plat nomor kendaraan di Tawau berinisial awal “ST”.

Sekalinya saya menemukan pedagang durian membuka lapaknya di tepian jalan raya, perkebunan sawit ! Saya benar-benar bernostalgia pada kampung halaman ketika melihat pemandangan ini.

Semporna 88 km lagi begitulah penanda beton jalan. Sampai di sini, jarang ditemukan rambu petunjuk kondisi jalan. Paling ada tanda > atau < pada jalan tikungan, di tengah pembatas jalan jumlah rambu tersebut dibuat 3 buah. Contohnya >>> yang artinya jalan tikungan ke kiri. Ternyata kecepatan maksimal yang dibolehkan hanya 90km/jam, ada rambunya. Setelah melewati persimpangan jalan menuju Bandara Tawau, minibus terus melaju membelah perkebunan sawit. 

Minibus tiba-tiba mengurangi kecepatan. Ada rambu bertuliskan "Daerah Melintas". Daerah Melintas yang dimaksud adalah rumah permukiman penduduk dan barisan ruko perkantoran. Setelahnya, minibus melewati ruas jalan yang sedang dalam perbaikan. Jalan yang bertanah lunak dibongkar kemudian ditimbun kembali dengan material keras yakni batuan koral. Panjang jalan yang sedang diperbaiki ini sekitar 1km. Lalu minibus kembali menyusuri Jalan Raya Pan Borneo seperti kondisi sebelumnya.

Melintasi Jalan Raya Pan Borneo yang sedang dalam perbaikan
Tetapi jalan bagus tak begitu panjang, lagi-lagi minibus melintas di jalan yang dalam proses perbaikan. Kali ini perbaikan di jalur kiri atau jalur jalan menuju Tawau. Beberapa rambu “Slow” mengingatkan agar pengemudi mengurangi kecepatan dan berhati-hati di jalan ini. Alat-alat berat berseliweran. Ada digger, road roller, grader merk Hitachi dan Caterpillar. Ada juga truk-truk pengangkut material bermerk buatan lokal. Kondisi jalannya masih bebatuan koral. Berdebu sudah pasti. Kecepatan kendaraan pun melambat. Dari sini saya mengetahui rahasia bagusnya jalan lintas nasional negara bagian Sabah, Malaysia. di perbukitan lunak yang rawan amblas seperti ini. Sebelum pengerasan jalan digali sedalam 2 meter kemudian diganti material yang lebih kompak, kemudian dibeton sebagai pancang jalan. Dari sibuknya peralatan yang hilir mudik, terbayang Pemerintah Malaysia sedang mengebut penyelesaian proyek jalan ini.

50 menit perjalanan, minibus memasuki bundaran persimpangan jalan. Sisi kiri menuju Lahat Datu hingga Sendakan. Minibus mengambil jalan kanan mengikuti penanda ke Semporna.

Jalan yang dilalui kini lebih kecil jika dibanding sebelumnya. Panorama perkebunan sawit terus merajai. Lagi, saya mengintip speedometer pakcik/bapak supir! Kecepatannya  hampir 120 km/jam. Pantas berasa sangat laju!! Padahal melalui jalanan bergelombang naik turun.  Rambu “Awas” hati-hati bahkan tak mempengaharui pakcik supir. Membelah jalan perkebunan, beberapa kali saya melihat papan bertuliskan “Utamakan keselamatan semasa bekerja”.  Inilah jargon safety first dalam bahasa Melayu, Malaysia.

Minibus melintas di jembatan sebuah sungai kecil. Di sisi kanan, ladang sawit terlihat baru ditanam. Mobil terus melaju dalam kecepatan tinggi. Rasanya seperti terbang di jalan sepi!.  Ada rambu “Awas” dan “Pandu Cermat Jiwa Selamat” di jalan menikung.

Dari awal perjalanan, saya memang sengaja untuk tak tidur. Karena ingin menengok rupa Jalan Raya Pan Borneo, Malaysia disini. Sementara semua penumpang tertidur, saya yang asyik mencatat apa yang dilihat didengar di sepanjang jalan. Dengan diiringi musik pakcik supir dari lagu melow Malaysia hingga India. Dua orang kakak/encik berkerudung yang perawakannya sama dengan saya, mungkin tak menyadari bahwa saya adalah orang asing dari negara tetangga.

Ladang PJ Nagus

Pertama kalinya minibus pun berhenti menurunkan penumpang di persimpangan pos penjaga sebuah perkebunan sawit. Nama perkebunan sawit tersebut yakni Ladang PJ Nagus. 

Lanjut lagi, minibus melaju tinggi mendahului kendaraan mobil di depan. Harus saya akui pakcik supir minibus yang kira-kira seusia orang tua saya ini memiliki keahlian membalap, dua jempol!! Efek penduduk negara tuan rumah F1 mungkin.

Ada rambu jalan bertuliskan “Awas Kawasan Kemalangan!”.  Saya tak mengerti maksudnya. Ada lagi plang papan bertuliskan “Tanda Amaran Mencuri Didakwa” di tepian jalan perkebunan sawit yang dilewati.

Semporna 20 km lagi!! Musik yang diputar berganti jadi lagu hari raya ala Malaysia. Ya, saya kesini memang masih dalam suasana lebaran Idul Fitri. Minibus kini melewati kawasan sekolah. Ada rambu bertuliskan “Kawasan Sekolah Pandu dengan Cermat”. Ini saya mengerti! Artinya kita harus hati-hati mengemudi.

Saya tak merasa sedang berada di luar negeri ketika melihat rumah perkampungan penduduk di sini. Kebanyakan adalah tipe rumah panggung . Lorong rumah dibuat sebagai bagasi mobil.

Semporna 5 km lagi!!. Kecepatan melambat 40km/jam. Gapura selamat datang , menyambut kedatangan saya di Semporna. Minibus memutar di sebuah bundaran. Mengambil jalan kanan yang bertanda Jalan Lapangan Terbang. “Kawasan Kemalangan, Kurangkan Laju! Awas Kawasan Kampung, Pandu dengan Cermat” begitulah tulisan rambu jalan yang saya baca . Lagi melewati sebuah bundaran. Minibus mengambil jalan kiri. Rupanya sebelah kanan adalah Bukit Tengkorak. Ahhh,,sebelumnya saya membaca informasi bahwa bukit ini merupakan situs arkeologi, layak dikunjungi jika kita ke Semporna. Tetapi ini bukanlah tujuan saya datang ke Semporna.

Di luar kaca jendela minibus, saya memandang pepohonan kelapa semakin merajai tanah.  Bau laut sepertinya semakin dekat!!

Rumah panggung Semporna

Di sisi kanan, sebuah jalan kecil bernama Jalan Scuba Driver. Hahhh,,tak salah lagi laut sudah dekat!!. Sampailah minibus sebuah perkampungan yang berhadapan dengan laut. Saya mencari-cari tulisan apa nama kampung ini? Namanya Kampung Tampi. Tak ada tanda-tanda ini adalah sebuah terminal. Ini bukan pemberhetian terakhir minibus dari Tawau di Semporna. Rupanya pakcik supir hanya mengantarkan penumpang. Pemberhetian terakhir minibus terletak di bandar Semporna bukan di kampung ini.

Minibus kembali melalui jalan yang tadi dilewati. Kembali ke simpang jalan kanan plang jalan Lapangan Terbang. Bandar Semporna 3 km lagi rupanya. Kalau mau berhenti katakan “turun” kepada pakcik supir!.

Fuel station Semporna

Kini tinggal tinggal 3 orang saja (termasuk saya) menuju pemberhentian terkahir. Entah dimana tepatnya minibus ini berhenti, saya menurut saja. Minibus pun akhirnya berhenti.  Memang tak ada penanda bahwa ini adalah terminal bus. Saya bertanya kepada pak supir, dimana tempat menunggu minibas ke Tawau. "Bila nak pulang ke Tawau, balik kat sini" kata pakcik. Penandanya fuel station Petron. 

Peta Perjalanan dari Tawau ke Semporna

Kosakata (bahasa Malaysia ke bahasa Indonesia) ;
kereta = mobil
kedai = pedagang kaki lima

No comments:

Post a Comment