Ho Chi Minh City, Vietnam 25 Agustus 2013 |
Beberapa bulan sebelum ke Vietnam…Saya
menonton sebuah film Korea yang lumayan lawas (2008) berjudul Sunny – Someone
Dear is Far Away. Film ini diperankan oleh Soo Ae sebagi Sunny. Berlatar tahun
1970-an awal, Sunny jauh-jauh dari Korea
Selatan pergi ke Saigon hanya untuk mencari suaminya yang tiada kabar. Suaminya adalah seorang tentara
Korea Selatan yang bertugas sebagai tentara negara sekutu Amerika di Vietnam
Selatan yang berperang melawan komunis Vietnam Utara. Untuk dapat melanjutkan pencarian suaminya,
karena sesuatu hal, Sunny terpaksa menjadi penyanyi suatu band Korea yang
mengharuskan dia berpenampilan seksi jauh dari penampilan biasa dia yang
sederhana. Bekerja untuk menghibur tentara-tentara baik itu tentara Amerika
maupun tentara Korea Selatan sendiri. Terdengar kabar bahwa suaminya tersebut
berada di utara yang merupakan kawasan musuh. Lalu apakah Sunny berhasil menemuinya someone dear nya itu di
tengah pecahnya perang Vietnam yang memanas saat itu?? Tonton aja yaa kelanjutannya…
Bukan promosi Sunny |
Baiklah..Saya memutuskan solo traveling ke negara ini bukanlah
terinspirasi dari kisah si Sunny untuk mencari keberadaan pujaan hati di
Vietnam. Walaupun Vietnam bukanlah tempat wisata yang lazim atau paling sering
dikunjungi oleh wisatawan kita (Indonesia) tetapi bagi saya merasakan secara
langsung eksotisme negara yang mendapat julukan Paris of the Orient adalah suatu pengalaman yang tak ternilai
harganya.
Sejarah Ho Chi Minh City…Oleh warga lokal Vietnam, Ho Chi Minh City sebenarnya lebih dikenal dengan nama Saigon. Penggunaan nama Saigon resmi dipakai sejak masa
penjajahan Prancis di Vietnam. Pada masa itu, Saigon disulap dengan pembangunan gedung-gedung mewah dan
megah ala Prancis. Tak heran jika aksitektur bangunan di Saigon bergaya
Prancis. Tahun 1940-an Vietnam pun jatuh dalam pendudukan Jepang . Setelah
Jepang kalah pada Perang Dunia II, kelompok nasionalis yang dipimpin Ho Chi
Minh City di Hanoi memproklamirkan kemerdekaan Vietnam. Namun kemerdekaan ini
berujung kerusuhan hingga Saigon kembali diduduki Prancis. Akibat pendudukan
ini meletuslah Perang Indochina pertama. Kelompok nasionalis komunis terus
melakukan perlawanan. Perang ini berakhir tahun 1954 melalui perundingan Jenewa.
Yang menyepakatin pemecahan Vietnam menjadi 2 : Vietnam Utara yang berhaluan
komunis dan Vietnam Selatan yang berhaluan kapitalis. Sejak itu Saigon
dijadikan ibukota Vietnam Selatan. Perang
Indochina kedua kembali meletus pada tahun 1960-an. Saigon pun mengalami
masa suram pada saat ini. Wilayah kota hancur total. Perang ini berakhir tahun
1975, ditandai dengan takluknya Saigon yang berada dibawah pengaruh Amerika
& sekutunya oleh Vietnamese People’s Army pimpinan komunis dari Hanoi. Setelah
Saigon jatuh di bawah pemerintahan komunis Vietnam Utara, nama kota diganti
menjadi Ho Chi Minh City sebagai nama resmi yang digunakan sampai sekarang. Dan sejak itu pula Vietnam resmi sebagai negara yang menyatukan kekuatan utara dan selatan di bawah ideologi komunis.
..............................................
Pesawat Air Asia dengan nomor penerbangan AK 1456 membawa saya terbang
dari Kuala Lumpur selama 1 jam 50 menit ke Ho Chi Minh City.
Sekitar jam 12.50 waktu Vietnam (lebih lambat 1 jam dari waktu Kuala Lumpur atau
sama dengan WIB), pesawat mendarat di bandara Internasional Tan Son Nhat Terminal 2. Keluar dari garbarata
menuju immigration counter. Pada saat itu, antrian imigrasi cukup panjang di
setiap konter sehingga saya harus menunggu sekitar 30 menit untuk mendapat giliran check paspor. Untuk
wisatawan Indonesia, Vietnam sudah lama memberlakukan bebas visa selama 30 hari
baik perjalanan darat maupun udara. Hanya dengan menunjukkan paspor yang berlaku & incoming flight number kepada petugas imigrasi, langsung mendapat
cap paspor kedatangan Vietnam.
Tan
Son Nhat International Airport
|
Tan Son Nhat International Airport di Ho Chi Minh City adalah bandara
terbesar di Vietnam dan menjadi pintu masuk utama ke negara ini. Meskipun
ukuran bandara ini jauh lebih kecil dibandingkan Bandara Soekarno Hatta, gedung
terminal international terlihat modern dan bersih. Papan petunjuk arah dalam
bahasa Inggris cukup banyak & jelas sehingga memudahkan saya yang pertama
kali mengunjungi Vietnam.
Fasilitas yang dimiliki bandara ini pun cukup lengkap. Tempat pengambilan
bagasi terletak di ground floor terminal kedatangan. Setelah melewati bagian bea cukai bandara/ customs clearance, sisi kiri dan kanan terdapat
beberapa tempat penukaran uang (money changer). Saya menukar uang 100 USD ke
mata uang Dong Vietnam sebesar 2.000.000,- VDN (20.000,- VDN/USD). Nilai
tukar Dong terhadap Dollar di Tan Son Nhat lebih kecil jika
dibandingkan dengan menukar uang di money charger luar airport yang
bernilai 21.100,- VDN/USD (kurs, Agustus 2013). Jika ingin menukar uang di
bandara sebaiknya seperlunya saja dahulu atau menarik uang di mesin ATM yang
mempunyai logo visa/mastercard, tentunya akan dikenakan biaya setiap transaksi
penarikan.
Sebenarnya simcard Telkomsel yang saya pakai di Indonesia sudah memiliki kerja sama
dengan operator telepon seluler di Vietnam. Jadi, handphone saya tetap bisa
digunakan untuk sekedar menelpon dan sms dengan dikenakan tarif roaming. Tetapi
untuk kelancaran komunikasi (browsing, chating media social, dsb) selama di Ho Chi Minh City, saya membeli simcard lokal Vietnam yaitu Vinaphone .Terdapat beberapa gerai kios telepon seluler
di ground floor terminal kedatangan ini. Salah satunya Vinaphone yang terletak
di ujung sebelah kiri sebelum exit door terminal. Dengan harga 149.000,- VDN atau sekitar 74.000,- IDR,harga sudah termasuk paket
internet.
Tujuan pertama saya adalah rumah
Linh yang terletak di Nguyen Thai Son. Linh
adalah seorang couchsurfer Vietnam. Dia bersedia menampung saya di rumahnya
selama saya tinggal di Ho Chi Minh City. Untuk mencapai kawasan tersebut atas saran
Linh saya menaiki taxi “Vinasun” yang banyak parkir di depan arrival hall
terminal international. Taxi ini cukup terpercaya dan tarifnya
menggunakan argometer sesuai jarak. Untuk menghindari
kemungkinan
scam tarif taxi karena di bawa berkeliling tidak jelas. Sebelum
argometer taxi berjalan, memastikan si supir taxi untuk
benar-benar paham alamat Linh yang saya tulis di selembar kertas. Dengan cara membiarkan dia
mengobrol
dengan Linh melalui telepon untuk menjelaskan alamat tersebut.
Karena supir taxi akan lebih paham jika dijelaskan dalam bahasa Vietnam
daripada bahasa Inggris. Jarak dari airport ke Nguyen Thai Son sekitar 4.5 km dikenakan tarif
80.000,- VDN.
Tampilan Vinasun Taxi yang terlihat cukup mewah |
Jika anda ingin Pham Ngu Lau
yaitu kawasan hunian backpacker yang berjarak 8 km dari bandara. Transportasi paling murah dari bandara dengan
menggunakan bus ber AC nomor 152 . Bus ini biasa ngetem di depan terminal International. Dengan tarif 4.000 VDN di
tambah 4.000 VDN untuk tiap tas yang dibawa penumpang. Terminal Bus Ben Thanh
Market merupakan perhentian terakhir. Tidak jauh dari sini, kawasan Pham Ngu Lao bisa dijangkau dengan
berjalan kaki.
Jalanan Ho
Chi Minh City yang didominasi oleh super banyaknya sepeda motor mengakibatkan
kemacetan tidak dapat dihindari. Udara yang begitu panas siang itu ditambah
lagi asap kendaraan bermotor. Kota ini terlihat sedang berusaha mempercantik
diri, terlihat dari beberapa pembangunan proyek pemerintah di perjalanan saya menuju
Nguyen Thai Son pun. Gedung-gedung tinggi bahkan bisa dihitung
dengan jari di sini. Begitulah tampilan Ho Chi Minh City
pertama kali menyambut saya.
Xin Chào Ho Chi Minh City...
Hai Ho Chi
Minh City...
Bertemu
dengan Linh yang begitu hangat menyambut saya di depan jalan rumahnya. Dan beruntung
bisa bertemu dengan orang tua Linh yang kebetulan datang dari luar kota Ho Chi
Minh. Kebersamaan khas keluarga Vietnam bisa saya rasakan dari cara mereka
berinteraksi. Sama seperti Indonesia yang mengenal tutur bahasa dalam
panggilan, saya bertanya kepada Linh bagaimana saya memanggilnya karena dia
berusia lebih senior dari saya. Maka saya memanggil Linh dengan sebutan
“chi” yang berarti kakak untuk perempuan.
Chi (kakak) Linh, host "couchsurfing" saya selama di Ho Chi
Minh City. Abaikan jika wajah saya kelihatannya malah berwajah lebih
tua dibanding chi Linh!
|
No comments:
Post a Comment